Essay ini diajukan sebagai syarat beasiswa DATAPRINT 2015 Periode I
“Didasari sebuah niat baik bahwa
sesuatu yang tak sama akan membuka wawasan kita…”
Dikutip dari Teh Lely Mei, penggerak sebuah komunitas bernama
AARC (Asian African Reading Club)
Bandung sekaligus penyiar di salah satu radio swasta ternama di Indonesia.
Suatu hari penulis berkesempatan berbincang dengan
beberapa kawan di komunitas tersebut. Pemikiran teh Lely adalah satu dari
banyak pemikiran yang mufakat terhadap eksistensi pluralitas di Indonesia.
Pluralitas, sebuah istilah yang di dalamnya mengandung makna luar biasa.
Pluralitas sudah tidak asing lagi bagi berbagai kalangan, baik dari segi pro
maupun segi kontra.
Berangkat dari sebuah opini bahwa sesuatu yang tak
sama akan membuka wawasan kita. Penulis setuju. 100 persen setuju. Sesuai
dengan judul essay ini, pluralitas sebagai pemersatu bangsa. Bukan hal yang
sulit bagi kita untuk menyadari realita ini. Bahkan dalam teks Pidato Lahirnya
Pancasila 1 Juni 1945, Sang Proklamator Ir. Soekarno mengamininya.
Adalah benar bahwa wawasan akan terbuka lebar dengan
sikap kita mau menerima perbedaan. Di sini yang akan saya angkat mengenai
pluralitas ada di scope sosial,
budaya, dan pendidikan. Bayangkan bila seseorang selalu berada pada satu
wilayah yang itu-itu saja, alias
tidak mau keluar dari zona nyaman, menentang segala pemikiran yang berbeda
dengan pemikiran yang sudah ditanamkan di otaknya, penulis beranggapan menerima
perbedaan bukan berarti kita harus ‘menganutnya’ apabila memang bertentangan
dengan prinsip dan aturan yang kita jalani, ya sudah. Mudah saja. Tidak usah
ikut-ikutan menganutnya. Cukup terima dengan menghargai perbedaan tersebut.
Bung Karno sang proklamator kita berujar dalam Pidato
Lahirnya Pancasila 1 Juni 1945 bahwa sila pertama adalah kebangsaan. Tidak akan
ada Indonesia kalau tidak ada orang Minang, Sunda, Jawa, Batak, Dayak, dan
lain-lain. Hal ini sudah sangat jelas kita rasakan. Inilah pluralitas dalam
bersosial dan berbudaya. Dan inilah yang menjadikan Indonesia bersatu. Hingga
sekarang. Apabila orang-orang sudah mulai menutup semua panca indera tentang
pluralitas bersosial dan berbudaya, Indonesia pasti akan terpecah belah.
Kenapa? Karena pada hakikatnya Indonesia adalah kesatuan yang beragam. Tidak
bisa dielakkan. Keberagaman membuat kita sadar bahwa kata “bersatu” timbul
karena ada kata “beragam”.
Maka
sebagai negara yang paling plural di dunia dengan menggunakan lebih dari 250
bahasa serta 500 etnik di dalamnya, kita harusnya sadar bahwa pluralitas dapat
kita jadikan sebuah tombak pemersatu bangsa yang amat beragam ini. Menghargai
Bahasa dan kebudayaan daerah lain dan menghormati antar umat beragama adalah
beberapa hal sederhana namun memiliki dampak besar dalam menjunjung asas
pluralitas.
Mau
tidak mau, tidak dapat disangkal negara kita adalah negara yang plural, maka
cerdasa\lah dalam menyikapi eksistensi pluralitas. Sebagai masyarakat yang cerdas,
terutama pemuda penerus generasi bangsa, ada baiknya kita tidak menolak atau
menerima secara mentah-mentah pluralitas itu sendiri. Kita wajib mengertim
hakikat dari pluralitas tersebut, sehingga kita tahu apa yang harus diupayakan
dalam menyongsong kesatuan melalui eksistensi pluralitas di Indonesia.
Salam pesatuan bangsa!
No comments:
Post a Comment