image source: kacamatacupu.blogspot.com |
Aku harus menulis.
Aku harus menulis.
Kalimat itu
bergema di kepalaku secara sporadis belakangan ini. Aku sudah lama tidak
bersentuhan dengan kerumunan diksi-diksi indah nan bermakna, aku sudah lama
tidak bergelut dengan tuts-tuts keyboard laptopku, aku sudah lama tidak
memanjakan isi kepala ini dengan berpikir sesuatu yang lain di luar tugas-tugas
kuliah.
Selama ini
sebenarnya aku merasa dipenjara
Kennaapah? Begitu kata anak kecil di sebuah iklan
susu.
Karena aku sudah
lama tidak menulis!
Menulis seperti
sebuah obat bagiku. Sebagai pemulih isi kepalaku yang sudah lama tidak ter-upgrade. Mereka bilang aku harus focus.
Focus dengan tugas perkuliahanku. Tapi lihatlah Presiden pertama kita Sang
Proklamator Ir. Soekarno, bersama tumpukan buku ia hidupi suasana penjara yang
sepi. Kemudian ia menulis. Lihatlah Bung Hatta, dua peti buku ia sertakan
bersama pengasingannya. Kemudian ia menulis. Beliau yang paling menginspirasi,
Insinyur dirgantara, Presiden ke-3 kita, Bapak B.J Habibie. Manusia yang tidak
pernah lepas dari buku dan hobi menulisnya ini toh menjadi salah satu pemuka
ilmu pengetahuan di Indonesia, bahkan dunia. Bukan dari bidang sosial dan
humaniora ia berasal. Beliau manusia eksak. Karena berurusan dengan rumus dan
angka tidaklah pernah cukup untuk keberlangsungan hidup otaknya, beliau terus menulis.
Hingga sekarang. Beliau menyisihkan beberapa jam dari 24 jam yang dimiliki untuk
sekedar menuangkan pikirannya ke atas kertas. Mungkin juga untuk dunia
Maka lewat
kata-kata yang saling menjalin menjadi sebuah untaian kalimat. Lewat bunyi tuts
demi tuts keyboard yang memanjakan
pendengaran. Lewat ide dan pemikiran yang begitu liar tertumpahkan ke atas
sebuah lembaran kosong.
Aku bahagia.
Sejak laptopku
diharuskan mengganti hard disk dan akhirnya BWOOSSH! Semua draft tulisanku
hilang. Tak perlu ditanya mengapa semangat menulisku menjadi redup. Tapi kini,
percikan api semangat itu telah dipantik oleh sekumpulan manusia-manusia produktif
membaca dan menulis yang tergabung dalam komunitas Asian African Reading Club
(AARC). Dari mereka aku mengerti betapa
hidup harus selalu dihantui dahaga akan membaca dan menulis. Karena dua
komponen itu sungguh berarti. Aslinya.
Sungguh berarti. Dengan membaca kamu mengenal dunia, dan dengan menulis kamu
dikenal dunia.
Maka mulai hari
ini, terhitung sejak detik jam di dinding kamarmu berdetak (di kamarku tidak.
Aku tidak punya jam dinding. Jam di handphone membuatku lupa betapa jam dinding
itu sangat diperlukan. Ya, supaya detiknya dapat meramaikan sepinya kamar)
Aku harus kembali menulis.
Bismilllah.
Bandung,
11 Juni 2015
dicekam
udara pagi dengan segelas air hangat-hangat kuku sebagai penawarnya.
No comments:
Post a Comment