Friday, 26 June 2015

Aku Harus Menulis.

image source: kacamatacupu.blogspot.com



Aku harus menulis. Aku harus menulis.

Kalimat itu bergema di kepalaku secara sporadis belakangan ini. Aku sudah lama tidak bersentuhan dengan kerumunan diksi-diksi indah nan bermakna, aku sudah lama tidak bergelut dengan tuts-tuts keyboard laptopku, aku sudah lama tidak memanjakan isi kepala ini dengan berpikir sesuatu yang lain di luar tugas-tugas kuliah.
Selama ini sebenarnya aku merasa dipenjara
Kennaapah? Begitu kata anak kecil di sebuah iklan susu.
Karena aku sudah lama tidak menulis!

Menulis seperti sebuah obat bagiku. Sebagai pemulih isi kepalaku yang sudah lama tidak ter-upgrade. Mereka bilang aku harus focus. Focus dengan tugas perkuliahanku. Tapi lihatlah Presiden pertama kita Sang Proklamator Ir. Soekarno, bersama tumpukan buku ia hidupi suasana penjara yang sepi. Kemudian ia menulis. Lihatlah Bung Hatta, dua peti buku ia sertakan bersama pengasingannya. Kemudian ia menulis. Beliau yang paling menginspirasi, Insinyur dirgantara, Presiden ke-3 kita, Bapak B.J Habibie. Manusia yang tidak pernah lepas dari buku dan hobi menulisnya ini toh menjadi salah satu pemuka ilmu pengetahuan di Indonesia, bahkan dunia. Bukan dari bidang sosial dan humaniora ia berasal. Beliau manusia eksak. Karena berurusan dengan rumus dan angka tidaklah pernah cukup untuk keberlangsungan hidup otaknya, beliau terus menulis. Hingga sekarang. Beliau menyisihkan beberapa jam dari 24 jam yang dimiliki untuk sekedar menuangkan pikirannya ke atas kertas. Mungkin juga untuk dunia

Maka lewat kata-kata yang saling menjalin menjadi sebuah untaian kalimat. Lewat bunyi tuts demi tuts keyboard yang memanjakan pendengaran. Lewat ide dan pemikiran yang begitu liar tertumpahkan ke atas sebuah lembaran kosong.
Aku bahagia.

Sejak laptopku diharuskan mengganti hard disk dan akhirnya BWOOSSH! Semua draft tulisanku hilang. Tak perlu ditanya mengapa semangat menulisku menjadi redup. Tapi kini, percikan api semangat itu telah dipantik oleh sekumpulan manusia-manusia produktif membaca dan menulis yang tergabung dalam komunitas Asian African Reading Club (AARC).  Dari mereka aku mengerti betapa hidup harus selalu dihantui dahaga akan membaca dan menulis. Karena dua komponen itu sungguh berarti. Aslinya. Sungguh berarti. Dengan membaca kamu mengenal dunia, dan dengan menulis kamu dikenal dunia.

Maka mulai hari ini, terhitung sejak detik jam di dinding kamarmu berdetak (di kamarku tidak. Aku tidak punya jam dinding. Jam di handphone membuatku lupa betapa jam dinding itu sangat diperlukan. Ya, supaya detiknya dapat meramaikan sepinya kamar)
Aku harus kembali menulis.
Bismilllah.



Bandung, 11 Juni 2015
dicekam udara pagi dengan segelas air hangat-hangat kuku sebagai penawarnya.

No comments:

Post a Comment