Wah, Saya jadi interesting banget nih dengan adanya lomba Blog Sampoerna School of Education, soalnyaaaa... Saya jadi lebih membuka hati, pikiran, perasaan, mata, telinga, hidung, mulut ah semua-muanya tentang pendidikan, ya! dunia yang tengah menjadi 'partikel utama' di dalam dinamika hidup Saya sekarang ini. there.. there.. ini tulisan Saya semoga bermanfaat bagi semua yang dengan senang hati membacanya.. here you are..
Bahkan
dokter, polisi, dan berbagai profesi hi-class
dan enak didenger yang sudah Saya bla bla bla kan di atas tadi tidak terlepas
dari peran si pendidik yang satu ini. Logikanya, kalo mau menepis kenyataan
tersebut, heloo siapa yang mengajarkan cara make stetoskop? Siapa yang
mengajarkan peraturan baris berbaris. Hap hap hap. Itu semua ada di tangan
pendidik lho, Guys.
For your info, dalam wujud apapun, dalam
balutan busana apapun, bahkan dalam logat berbicara seperti apapun, mereka yang
mampu berperan sebagai planner,
organizer, dan evaluator dalam
proses pembentukan suatu kepribadian organisme (in case for human only) yang lebih unggul (atau setidaknya maju)
bisa dikatakan sebagai pendidik. Mereka yang mampu menjadi inovator dalam pembentukan
individu yang kelak mampu bermanfaat bagi kehidupan ortang banyak, yang
memiliki fungsi yang penting dalam eksistensinya, adalah seorang Pendidik.
Mulia
bukan, seorang pendidik itu?
Berpikirlah
objektif makan Kamu akan menjawab, “Ya”
Saya dan beberapa teman sesama calon pendidik. we're happy? of course! |
Saya Viny dan saya adalah seorang calon pendidik yang
sekarang tengah menyelesaikan studinya di
sebuah Universitas Negeri keguruan favorit di Bandung.
Oh, bukan, tentu saja bukan karena Saya adalah bagian dari
proses pembentukan pendidik, maka di sini Saya secara gamblang menyuarakan
betapa mulia dan ’keren’nya menjadi seorang pendidik itu. Tentu saja bukan itu
alasan utamanya. (sebenarnya itu alasan ke sekian) (abaikan itu).
Awalnya, tepatnya ketika Saya masih begitu polos dalam
balutan seragam putih-abu, Saya adalah seorang anak yang amat dangkal dalam
berpikir dan berasumsi. Namun, selalu menganggap dirinya hebat, benar, dan
orang lain yang keliru. Orang lain selalu beranggapan pekerjaan menjadi seorang
guru itu adalah pekerjaan yang hebat, mulia, keren, etc etc. Tapi Saya, yang saat itu masih berpikir materialistis
memandang bahwa jadi guru itu ga oke, liat aja gajinya. Katanya gajinya
sedikitlah, murahlah,lebih layak dikatakan ‘uang jajan’lah. Dan begitu banyak
asumsi berlebihan yang berujuk negatif terhadap pekerjaan guru. Bahkan saat itu
tidak jarang Saya mencibir terhadap tangan-tangan yang terangkat ke udara saat
muncul pertanyaan klasik dari seorang guru Biologi di kelas Saya saat itu yang
berbunyi, “Siapa di sini yang kelak ingin menjadi seorang guru seperti Ibu?”
Tanpa Saya sadari bahwa asumsi-asumsi ‘liar’ Saya itu hanya
berbasis pada honor semata. Lihat kan? Betapa dangkalnya..
Sampai suatu hari, singkat cerita, Saya -katakanlah-
terdampar di sebuah Universitas keguruan favorit di kota impian saya, Bandung.
Dan saya tanpa saya sadari lagi, Saya memilih sebuah jurusan yang kelak menuntut
Saya untuk menyandang gelar SPd yang segelintir orang menjadikannya akronim
dari Sarjana Penuh Derita, Sarjana Penuh Duka, Sarjana Perih Duitnya de el el
de el el. yak, Saya memilih Pendidikan Teknik Sipil. Luar biasa bukan? Saya
anak teknik sekaligus calon pendidik. Dua ‘jabatan’ yang tidak pernah
sedikitpun Saya berniat terjun di dalamnya. Saya ini verbal-oriented. Kepada
dunia bahasa dan sastralah ‘harusnya’ saya mengabdikan diri. Haha. Namun Tuhan
ternyata berkehendak lain. Dan Saya harus mensyukurinya. Di kemudian hari Saya
pun lebih dari sekedar bersyukur.
with them, parts of my recent 'world'. |
Tetapi, saat itu.. SPd, Tuhaaan, kenapa harus SPd?
Sebuah gelar yang hanya memiliki satu definisi: Guru.
Apapun jurusannya, bahkan betapa bergengsinya
jurusan Saya ini, Teknik Sipil. Tetap saja harus direfleksikan oleh 3 huruf
itu. Aaaaaaaaaarrrhh.. saat itu Saya sempat mengalami apa yang namanya depresi.
Bahkan sempat ingin pindah jurusan hanya karena tidak mau menyandang gelar yang
sebenarnya mulia tersebut.
Hari demi hari, minggu demi minggu, bulan demi bulan,
cerita-cerita hidup yang dibumbui kehidupan kuliah di dunia pendidikan mulai
bisa dijadikan sebuah kisah hidup yang menarik, yang semoga kelak akan menjadi
sejarah pengantar kesuksesan Saya. Saya mulai.. sedikit tertarik dengan
pendidikan, dunia yang tidak sekedar mengajarkan untuk belajar. Tapi
mengajarkan untuk mengajar. Landasan Pendidikan, Psikologi Pendidikan,
Perkembangan Peserta Didik.. sangatlah kontras dengan mata kuliah lain seperti
Mekanika Tanah, Konstruksi Bangunan, Analisis Struktur dan berbagi mata kuliah
yang terkadang membuat orang lain harus membuka-buka Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) demi menemukan arti dari mata kuliah tersebut. Otak Saya
terbagi-bagi. Saya harus berpikir engineer-alike tetapi tanpa meninggalkan
ilmu-ilmu keguruan yang Saya pelajari. Saya mulai terbiasa dengan dinamika
hidup seperti ini. Ya, Saya suka, Saya cinta dunia pendidikan. Saya suka
menjadi calon guru.
Dunia,lihatlah..
Saya adalah calon
mulia yang akan menjadi bagian penting. Bagian penting dalam mekanisme
pembentukan sebuah individu. Individu yang merupakan cikal bakal kesuksesan.
Pola pikir Saya berubah saat itu juga. Terkadang Saya
mensyukuri saat-saat di mana kelabilan Saya mulai muncul. Kelabilan dalam
berpikir maksudnya. Pendidik, Guru, Dosen,atau bahkan tutor privat sekalipun
(seperti yang sedang saya jalani saat ini) dituntut harus bisa menjadi seorang
Konservator, Transmitor, Transfomator, Organisator, Planner, dan Evaluator
See?
Betapa ‘iya banget’ nya menjadi seorang pendidik. Dan Saya sungguh bangga bisa menjadi salah seorang peserta didik yang dididik menjadi calon pendidik. Meskipun sebenarnya untuk ke depannya nanti Saya masih belum mantap memutuskan apakah akan mengabdikan diri sepenuhnya di dunia pendidikan ini atau di dunia jurnalistik (the other one side I love the most). Namun Saya sungguh bersyukur, diberi kesempatan untuk bisa mendalami ‘jurus-jurus’ dalam mendidik yang terus terang saja bisa memberikan begitu banyak kemudahan dan manfaat dalam hidup saya. Terlebih, sekarang Saya tengah menjalani sebuah pekerjaan menjadi seorang guru privat.
See?
Betapa ‘iya banget’ nya menjadi seorang pendidik. Dan Saya sungguh bangga bisa menjadi salah seorang peserta didik yang dididik menjadi calon pendidik. Meskipun sebenarnya untuk ke depannya nanti Saya masih belum mantap memutuskan apakah akan mengabdikan diri sepenuhnya di dunia pendidikan ini atau di dunia jurnalistik (the other one side I love the most). Namun Saya sungguh bersyukur, diberi kesempatan untuk bisa mendalami ‘jurus-jurus’ dalam mendidik yang terus terang saja bisa memberikan begitu banyak kemudahan dan manfaat dalam hidup saya. Terlebih, sekarang Saya tengah menjalani sebuah pekerjaan menjadi seorang guru privat.
Ingat, mendidik
adalah proses memanusiakan manusia. KITA adalah manusia, dan KITA tetap butuh untuk dimanusiakan. J
tulisan yang bagus :)
ReplyDeletesaya juga calon pendidik lho.. guru, we have a passion for young people hahaha
Terimakasih :) aduh saya lupa.. Udah lama banget tulisan ini hehe
DeleteTerimakasih :) aduh saya lupa.. Udah lama banget tulisan ini hehe
Delete