Saturday, 18 August 2012
so, Bring me..
Yaa Allah..
Yaa Rabb..
Kenapa Engkau ciptakan makhluk sepertiku ini
Yang datang dan pergi dalam menyembahmu?
Yaa Malik, yaa Kudus
Aku berlumur dosa dan maksiat saat ini
Kenapa lingkungan sekitar yang ku jalani
Tak mampu membuatku berimigrasi dari lembah kegelapan
menuju jalanMu?
Yaa Rabb, yaa Rahman ya Rahiim..
Aku kalah telak dengan makhlukmu yang satu lagi
Yang bahkan lebih hina dariku ini
Iblis
Yaa Rabb, jangan biarkan aku menikmati segala jamuan
maksiatnya
Ambil aku yaa Allah! Peluk aku! Selamatkan aku!
Ini hidupku
Bukan hidupnya
Tapi hanya Kau lah yang berkuasa mutlak atas hidupku
Aku ingin kembali, yaa Rabb!
Namun tahan aku yaa Allah, jangan lepaskan aku
Di saat ajakan maksiat itu tercium lagi
Bawa aku..
bersamaMu Tuhanku
Friday, 17 August 2012
Saturday, 11 August 2012
penghuni baru gazeboo, Helipad FPTK UPI. watch out!
lagi melaksanakan ritual wajib malam minggu: menjamah gazeboo FPTK, dengan secercah wifi tanpa batas. menemukan seekor makhluk cantik yang belakangan ini sering keliatan rajin mampir di gazeboo :) Saya beri nama dia Nocta (diambil dari kata Nocturnal, hewan malam)
[DEMON]STRATIONS
betapa mudahnya menemukan sebuah artikel demo. dengan ReMa UPI sebagai artisnya.
ah, I love my campus.
ATOM :)
Please welcome! Olympus VG-150, Digital Camera yang berhasil Saya
bawa pulang dengan harga di bawah satu juta rupiah.
Sungguh, saya bingung dengan kamera siapa Saya harus mengabadikan si Atom. yaudah Saya googling ajalah. |
Lumayan keren, setidaknya
hobi Saya yang lumayan menghabiskan banyak waktu (capturing life) bisa ditopang
dengan bantuan gadget murah meriah ini. This one will be named: Atom. Why Atom?
Karena Saya lagi suka banget nonton film yang menjadikan robot sebagai pemeran
utamanya. Sucha.. Iron Man, Real Steel.. nah Real Steel film yang dimainin sama
Hugh Jackman dan Dakota siapaaa gitu ya lupa namanya, di sana ada tokoh robot
peniru yang bernama Atom, yang berhasil mengalahkan Zeus, robot –yang
tadinya- undefeated di pertandingan
tinju robot tahun 2020. Padahal Atom Cuma robot sampah yang dipungut sama Max
Kelton di penampungan sampah robot. Setelah sedikit dimodifikasi dan banyak
latihan, voila! Atom pun menjadi lebih dari sekedar robot tak terkalahkan,
dan.. oke STOP! Kenapa jadi ngomongin Real Steel? Yang pasti, Saya siap untuk
lebih mendalami kegiatan Saya dalam mengabadikan hidup. Melalui kata atau
gambar. Siap. Saya semakin siap.
Monday, 6 August 2012
Pengenalan Sex Education pada Kegiatan Pengajaran di Sekolah di Indonesia.
A: “Waktu masih duduk di bangku SMA, pelajaran
apa yang paling Lo suka? Yang paling favorit deh pokoknya!”
B: “hmm apa yaaa.. Biologi lah pastinya!”
A: “Hah? Kenapa jadi Biologi? Lo sempet pengen
jadi dokter ya? atau scientist?ah.. tapi kan Lo kan anak IPS”
B: “Hahaha, bukan kok, gue mah maunya jadi
enterpreneur”
A: “Loh? Terus?”
B: “Siapa sih yang ga suka kalo ada
pelajaran yang ngebahas sistem reproduksi? Hahaha”
A: “...”
Dialog singkat di atas bukan hanya sekedar wacana yang bisa memancing
senyum Anda semua ketika membacanya. Dialog ini sebenarnya sebuah percakapan
yang pernah dialami sendiri oleh penulis dengan teman satu sekolahnya. Kejadian
klise ini bisa dikatakan sebuah fenomena. Ya, fenomena sederhana yang patut
untuk dijadikan bahan perhatian bagi Kita semua.
Kenapa bisa menjadi bahan perhatian?
Bagaimana bisa, alasan seseorang mencintai suatu mata
pelajaran atas dasar suatu hal yang (masih) dianggap tabu? Seks. Dewasa ini,
dunia seks dan sebangsanya masih menjadi barang langka dan keramat untuk
dijadikan sebuah materi pembicaraan. Di lingkungan keluarga, lingkungan
pergaulan, bahkan seringkali terjadi di lingkungan pendidikan.
Lingkungan keluarga, di mana seorang anak memperoleh
pendidikan dasar yang tidak diajarkan di sekolah. Di mana orangtua, Ayah dan
Ibu, menjadi suri tauladan dan ‘wali kelas’ si Anak dalam proses belajar di
dalamnya. Memiliki banyak sendi-sendi pengajaran mengenai kehidupan yang
nantinya akan diaplikasikan si Anak dalam menjalani kehidupan. Termasuk
pengajaran tentang pendidikan seks. Anda mengernyitkan dahi? Penulis paham.
Karena faktanya, tidak sedikit mereka para orangtua yang masih menyikapi hal
ini dengan pola pikir tertutup. Kemudian ‘keingin-tahuan’ anak-anak mereka pun
digantung. Sampai akhirnya ‘menggantung’ pada tempat yang salah. Rasa penasaran
dan ingin tahu mereka dipenuhi dengan informasi-informasi yang benar namun
belum tentu baik untuk mereka ketahui pada saat itu. Internet, majalah, film, siapa
yang bisa menjamin keamanan narasumber yang mereka peroleh tentang dunia
seksual? Bukankah satu-satunya sumber yang aman dan terpercaya adalah orangtua
mereka sendiri? Yang tentunya sudah tahu dan sudah merencanakan yang terbaik
untuk anak-anak mereka. Coba kita renungkan kembali, sebenarnya apa yang
menjadi ujung tombak sikap kontradiktif kebanyakan orangtua dengan adanya
pendidikan seks di dalam keluarga? Di sini bukan maksud saya menyalahkan sikap
orangtua manapun dalam menyikapi kejadian di atas. Bisa dimengerti, budaya timur
kita yang masih mengkotak-kotakan seks dan kehidupan sehari-hari, menjadikan
hal tersebut tabu dan sangat ‘keramat’ untuk dijadikan topik pembicaraan, terlebih
bagi anak di bawah umur. Hal inilah yang membuat sebagian orangtua merasa wajib
menghindar atau mengalihkan pembicaraan ketika si Anak mulai menanyakan perihal
seks. Maka terjadilah ‘eksplorasi yang
salah’ yang dilakukan sang anak tentang dunia seks. Di sinilah bisa terjadi
permasalahan-permasalahan seks seperti munculnya Infeksi Menular Seksual (IMS),
HIV/AIDS, married by accident, dan sebagainya.
Kemudian kepada apa dan siapa kita menuding adanya
peristiwa-peristiwa penyimpangan seks yang telah disebutkan di atas? Kepada
internetkah? Kepada mediakah? Kepada teknologikah? Atau bahkan kepada era
globalisasikah?
Seyogyanya hal ini mampu dijadikan bahan pemikiran dan
introspeksi diri bagi khalayak khususnya orangtua yang memiliki peran penting
dalam pengembangan pribadi anak baik dari segi psikis maupun fisiknya. Itu dari
lingkungan keluarga. Rumah pertama dan utama bagi si anak. Lalu bagaimana
dengan peran sekolah sebagai rumah keduanya?
Faktanya, tidak sedikit orang yang sadar akan pentingnya
pendidikan seks di usia dini. Bahkan sejak dulu banyak yang bersuara positif
mengenai input pendidikan seks ke
dalam sistem pengajaran di sekolah. Bagi penulis, hal itu bukanlah hal yang
pantas untuk ditolak atau menimbulkan sikap kontradiktif. Karena di sini cara
berpikir dan sudut pandang mereka mengenai seks akan lebih terarah sesuai pola
usia dan kebutuhannya.
Maka di sinilah adanya Sex Education pada Usia Dini sangat
esensial dan sangat dibutuhkan keberadaannya. Termasuk juga dengan Sex
Education yang dipautkan dengan pengajaran di sekolah. Apakah masih terdengar
tabu di telinga anda. Seks. Sekolah. Siswa-Siswi. berada dalam satu lingkup dan
memiliki sistem di dalamnya. Masihkah terdengar ‘janggal’ di telinga Anda? Maka
itu menurut Saya di sinilah harus diadakan metode pengajaran Behavioristik, yaitu metode belajar yang
memiliki prinsip bahwasanya pola-pola perilaku itu dapat terbentuk dengan
adanya proses pembiasaan dan pengukuhan
(reinforcement) dengan mengkondisikan
stimulus dalam suatu lingkungan.
Tidak kalah memegang peranan penting dalam pembentukan
karakter anak, sekolah atau pendidikan mengajarkan 3 aspek penting: Kognitif,
afektif, dan psikomotorik. Menurut pengamatan Penulis, di sini kognitiflah yang
paling dominan di antara ke-3nya. Para pendidik menuntut perkembangan anak
didiknya lewat aspek kognitif saja. Akademik dan akademik. Tanpa memperhatikan character building yang tentu saja sangat
penting bagi peserta didik. Sungguh disayangkan mengingat kapasitas pendidik di
Indonesia yang padahal semakin kesini semakin membaik.
Apa yang ditakutkan dengan adanya sex education di dalam kelas? Pengalaman saya sewaktu SMA,
pelajaran Biologi mengenai organ reproduksi saja bisa membuat kelas menjadi
ricuh seketika. Apalagi diberikannya pendidikan seks secara detail dan
menyeluruh? Maka itu ada baiknya pendidikan seks diajarkan tidak dijadikan satu
mata pelajaran yang sengaja diadakan di kurikulum. Selain menghindari adanya
kesalah pahaman dalam segi penangkapan, juga ada baiknya pendidikan seks yang
lebih ‘memusat’ diajarkan oleh orangtua di rumah yang lebih mengerti karakter
anak. Sekolah memberikan pendidikan seks secara ‘global’ bukan secara terpusat.
Seks bukan hanya melulu mengenai hubungan suami istri. Perubahan bentuk tubuh, masa pubertas,
klasifikasi organ reproduksi pria dan wanita pun merupakan hal-hal yang
berkenaan dengan seks. Sekolah bisa mengajarkan seks tanpa menjadikan seks
sebagai satu mata pelajaran baru. Tapi bisa diselipkan di pelajaran-pelajaran
lain. Contoh mudahnya, Biologi. Selain menjelaskan tentang organ reproduksi,
pendidikpun bisa menjelaskan tentang seks secara implisit (tidak langsung),
pendidik bisa menjelaskan mengenai dampak buruk dari perlakuan seks bebas,
perilaku seks yang harus dihindari, dan sebagainya. Pelajaran kewarganegaraan,
contohnya: sebagai warga negara yang baik yang berpedoman pada pancasila harus
menaati sila pertama: ketuhanan yang maha esa. Di mana kita harus percaya
dengan adanya Tuhan, maka takut dengan azab Tuhan. Melakukan seks di luar nikah
adalah perbuatan dosa besar yang akan dilaknat Tuhan. Selain itu akan melanggar
norma-norma keasusilaan. Dan pelajaran lain yang bisa dipadupadankan dengan
pendidikan seks. Tentunya akan memberikan dampak yang positif bagis peserta
didik. Berikut penulis memaparkan beberapa langkah penerapan metode Sex
Education :
1
. Penggunaan
media audio-visual yang benar
Peserta didik bisa diberikan informasi melalui infocus. Video
mengenai akibat pergaulan bebas (dalam kasus ini seks bebas) diperlihatkan
pelakunya dan akibatnya. Tentu saja dengan menggunakan nama samaran dan
disensor.
2. Studi Kasus
Apabila ada orang yang mereka kenal melakukan perilaku
negatif yaitu menonton video porno atau membaca majalah-majalah porno di
hadapan mereka, apa yang akan mereka lakukan?
3. Visitasi
Kunjungan ke rumah sakit, melihat lebih dekat dampak dan
akibat dari penyimpangan seks. Memperoleh keterangan dari ahlinya (dokter,
spesialis, dll)
4. Tugas
Kelompok
Melakukan riset sederhana mengenai dampak dari perlaku penyimpangan
seks.
5. Mentoring
Keagamaan
Di sini dibangun benteng pertahanan keimanan peserta didik.
Agar tidak ‘terpeleset’ dalam pergaulan. Hal ini pun sangat penting terhadap
kejiwaan si Anak tersebut. Mengingatkan kepada Tuhannya di setiap perbuatan
yang mereka lakukan membuat harapan besar adanya proses minimalisir atas
munculnya permasalahan-permasalahan seks terutama di lingkungan peserta didik.
#1 REFLECTION
Pernahkah sekali saja, Allah bosan
mendengar suara permohonan ampun hamba-Nya?
Pernahkah sekali saja, Allah tidak
menggubris air mata dalam taubat hamba-Nya?
Pernahkah sesaat saja, Allah
memejamkan matanya, tidak menghiraukan histeria penyesalan hamba-Nya akan dosa
yang dilakukan?
Pernahkah?
Waktu umurku 5 tahun, saat itu aku
pernah menangis karena berkelahi dengan teman sebayaku. Aku kalah. Aku menangis
bukan hanya karena kekalahanku, tapi karena aku takut Allah marah padaku.
Temanku itu muslim, dan menyakiti sesama muslim bukankah perbuatan yang
dilarang agama? Lalu dengan senyum yang menghangatkan sanubari, Ummi berkata,
“Allah itu Maha Pemaaf. Allah itu Maha
Pendengar. Allah itu tidak tidur”
Lalu aku tersenyum sambil menyeka
lelehan air mataku. Begitu hebat Tuhan yang aku sembah ini..
Tidak ada secuil penyesalanpun yang
luput dari hirauannya
Tidak ada satu pintu taubatpun yang
Ia tutup bagi hamba-Nya
Dia Allah..
Lalu,
bagaimana dengan kita?
Pernahkah sekali saja kita bener-benar
menyesal akan dosa dan hina yang sudah kita lakukan, berjanji untuk tidak
melakukannya lagi, dan bukan hanya sekedar janji?
Pernahkah sekali saja kita meghargai
kesediaan Allah untuk menjadi yang Maha Pemaaf dengan tidak terus menerus
bertaubat sekaligus terus menerus mengecewakannya lagi?
Pernahkah sesaat saja kita sadar
bahwasanya sudah puluhan taubat yang kita lakukan namun masih saja bisikan
setan menempati singgasana tertinggi dalam batin ini? Begitu lemahnya..
Pernahkah?
Allah itu Maha Pemaaf. Allah itu Maha
Pendengar. Allah itu tidak tidur
Tanamkanlah,
Jangan sedikitpun terbesit dalam
pikiranmu, naudzubillahimindzalik,
memanfaatkan sifat ke-Maha-an Allah tersebut. Melakukan dosa dalam masih
berbalutkan islam, bernafaskan kalimat dua syahadat, mengakui Muhammad sebagai
panutan. Setelah itu dengan mudahnya menyesal, bertaubat, lalu ketika datang
sang penghuni neraka membisiki kita dengan lantunan dan untaian kata yang menjerumuskan, apa yang kita lakukan
lagi? Berbuat dosa? Merasa bisa menyesal dan bertaubat kapan saja, karena Allah
masih Maha segalanya, termasuk Maha Pemaaf. Bukankah itu namanya eksploitasi
terhadap eksistensi sifat ke-Maha-an Allah?
Tulisan ini, tulisan yang bernafaskan
keisalaman namun menurut Saya bahkan menurut siapapun yang mungkin membacanya
sama sekali belum memenuhi standarisasi sebuah tulisan agamis yang biasanya
dipercantik dengan lantunan hadist dan potongan ayat suci. Saya memang bukan
spesialis penulis tulisan-tulisan islam, tulisan-tulisan yang bisa menggugah
keimanan seseorang, tulisan yang membuat hati bergetar mengingat Allah. Bukan..
namun ini hanya sebuah coretan hati
seorang hamba Allah yang cinta akan agamanya, cinta akan status
keislamannya, cinta akan Tuhannya..
Tulisan ini, bukan sebuah jari telunjuk yang mengarah kepada siapapun di
luar sana kecuali mengarah pada si penulis sendiri. Begitu banyak dosa dan
taubat yang diciptakan bersamaan, membuat diri ini terkadang merasa sangat
tidak pantas untuk lagi-lagi memohon ampun kepada Dia, sang Mahasempurna. Lalu
kalau sudah begitu, apa yang saya lakukan? Masa harus menjadi murtad kemudian
karena terlanjur malu untuk face to face
dengan Tuhan, memohon pengampunanNya. Tapi bukankah Allah itu maha segalanya,
termasuk maha pemaaf, bukan?
Jujur, dulu Saya sempat berpikiran
seperti itu.
Dan memang benar, Allah memang
benar-benar luar biasa, maha pemaaf, maha pengampun, begitu menumpuk kesalahan
yang saya buat tapi Ia masih membiarkan Saya menghirup udara segarnya,
memanjakan mata dengan pemandangan alam-Nya yang luar biasa, merasakan
kehangatan di tengah-tengah orang yang saya kasihi. Alhamdulillah..
Tapi Allah memberikan kita kesempatan
seperti itu bukian kita pergunakan untuk lagi-lagi menciptakan dosa-dosa baru
atau justru melestarikan dosa-dosa lama, kawan.. Allah memberikan kita begitu
banyak kesempatan untuk bisa menyadari, terbangun, bahwasanya kitapun masih
diberi kesempatan untuk membuktikan diri, bahwa kita sesungguhnya bisa menjadi
hamba-Nya yang baik, yang mampu belajar dari kesalahan masa lalu, yang merasa
cukup ‘sakit’ akan pukulan di masa lalu. Terus dan terus belajar dari
kesalahan, sehingga islam kita menjadi islam yang kaffah
Allah itu Maha Pemaaf. Allah itu Maha
Pendengar. Allah itu tidak tidur
Tidak ada secuil penyesalanpun yang
tidak Ia hargai
Tidak ada satu pintu taubatpun yang
Ia tutup bagi hamba-Nya
Dia Allah..
Lalu bagaimana dengan kita?
Saturday, 28 July 2012
#1 PTBELEVEN
I gotta a feeling...
That tonight’s gonna be a good night..
That tonight’s gonna be a good, good night..
Tonight’s the night! Let’s live it up!
Kayaknya penggalan lirik lagu yang
dinyanyiin sama Bang Rhoma *weits* maksudnya abang-abang dan mpok yang
tergabung dalam group music bernama Black Eyed Peas di atas pas banget
merefleksikan apa yang Saya dan teman-teman PTB Eleven rasakan malam ini. Ooh bukan,
kita bukan pergi bareng-bareng ke suatu night
club terus ajojing di sana dan pulang dalam keadaan little bit tipsy sambil gogorowokan di atas sebuah mobil pick up (baca: truk sayur) ngecengin
para pejalan kaki di daerah Dago, atau ngeledekin geng motor yang lagi pada
mangkal di daerah Pasopati. Hihi, sebenernya justru lebih heboh dari itu.
Setidaknya itu menurut Saya. Setidaknya..
First of all,
happy cake day buat my lovely classmates, Andhyni Kusumahastiti sang Ibu Negara
(sebenernya yang menjabat sebagai ibu negara itu Andin atau Kiki sih? Kayaknya
kalo Kiki lebih tepat jadi ibu –tiri- negara deh hihi) Johannes Julius yang makin eksis dengan frizzy hair-stylenya, lalu si Charlie-wannabe
Hendra Rudiansyah (bukan Ridiansyah.
Tolong garisbawahi, bukan Ridiansyah) and
last but not least si Mr. Galau everywhere everytime ;) please, welcome.. Reza Jurisman.
Karena kemurah-hatian mereka dan
mungkin karena tampang PTB yang cenderung ke arah memelas, mereka pun dengan
senag hati mengcover makan buka puasa
kami. Yihaaaa!
Jadi awalnya begindang lho
sodara-sodari..
Karena abang sama mpok yang di atas
pada ulangtahun ceritanye, nah aye barengan temen-temen aye.. (nah kenapa jadi
betawi ngomongnya?) nah kita rencananya mau ditraktir gitu sama mereka.
Syukuran lah istilahnya. Gatau deh nyukurin siapa. Siapa kek yang mau
disukurin. Hayoo siapa? Ah asa teu kudu.
Beberapa makhluk astral (Asik,
Terampil, dan Gahol) PTB termasuk Saya masih berkutat sama kegiatan Penerimaan
Mahasiswa Baru (PMB) untuk Himpunan Mahasiswa Sipil (HMS) tadinyaaa dikirain
acara bakalan case closed pas jam 4an, makanya kitapun janjian di depan masjid
Al-Furqan, terus rencananya mau langsung cabut ke TKP (Rumah Makan Sunda
Bacakan, Barkacan, Brakacan, Dakocan, ya apalah itu lupa Saya hehe). Di luar
dugaan dan kemauan, ternyata Mahasiswa Baru (MaRu) yang dateng lumayan bejibun.
You know what is bejibun? Bejibun is named from segambreng. You know what’s
segambreng? Ah cari tau ndiri! Nah makanya itu jadinya beres PMB-nya pas magrib.
Ba’du yang jadi ketupel yang pastinya ga etis kalo harus walk out dari TKP,
Kiki yang saat itu jadi anak acara yang notabene paling ribet, Janaka dan Saya
anak Humas yang masih dibutuhin di sana, serta Epul, Ari, Jajang yang jadi
pemanis di TKP tentunya ga bisa gitu aja pergi dari sana dan dengan polosnya
dan wajah tanpa dosa mengatakan kalau kami mau buk-ber. Terus acara gimana
doooong? JENG JENG JENG.
Devi, Novan, Teh Wiwit, Fitri, dan
mamah dedeh, eh maksudnya Sischa masih nungguin kita di deket-deket TKP.
Sumpah, swear of God, Saya ga enak
banget sama mereka. Bahkan pas adzan berkumandang, pantat mereka masih setia ga
beranjak dari jok motor nungguin kita. Bayangkan pemirsa! Betapa
mengharukannya! Hiks!
Akhirnya, class
is dismissed. Saya dan beberapa makhluk astral PTB langsung buru-buru cabut
dan solat di alfurqon. Beres solat ternyata masih ada sesi nunggu-nungguan.
Gembel di perut sudah mengumandangkan demo. Bahkan Saya yakin pada bakar ban di
dalem. Adeeeuuuhh.
Demikian Saya-Fitri, Devi-Teh Wiwit, Sischa-Nanda,
Teh Nike-Teh Nita berangkat duluan menyusul yang lainnya yang sudah menunggu di
restoran-yang-sumpah-Saya-lupa-apa-namanya-lah-pokoknya-banyak-artis-yang-ke-sana
di daerah Gasibu.
“Polisi!” untung Fitri ngeh kalo ada
polisi yang stay tune di belokan ke arah jalan Siliwangi (itu loh jalanan yang
katanya angker. Yang sampe masuk tipi) yaudah, alhasil Saya, Teh Nita, dan
Nanda yang ga pake helm buru-buru nyadar diri dan langsung nyebrang dengan
lemah gemulain menggunakan kedua kaki kami yang indah dan jenjang ini. Hoek
Lanjut perjalanan, sampe juga di
lokasi. Haaaah perut sudah meronta kelaparan. yaiyalah belum buka puasa ini
mameeen. Segala partikel yang ditangkap oleh mata kami termanifestasikan
menjadi seonggok makanan. Batang pohon jadi lolipop, batu di jalanan kayak
gorengannya Nanda, bahkan percaya atau ngga, Saya ngeliat bulan di langitpun
jadi teringat donat yang dulu pernah Saya jualin. ampun DJ. Saya duduk di dekat
Bela, langsung ditawarin makanan. Ga pake malu-malu. Ga pake sok-sok nolak
apalagi nolak beneran. Saya sikat semua yang ada di hadapan Saya (hiperbolis).
Setelah derai tawa yang tercipta, dan
hampir semua anak PTB ‘kena’ jadi objek penderitaan, berbagai doa, pesan, dan
kesan yang tercurah-limpah-ruahkan untuk keempat teman kami yang berulangtahun,
akhirnya Kami memutuskan untuk foto bareng di sebuah studio foto elit (ciyeh
elit) di dekat-dekat restoran-yang-sumpah-Saya-lupa-apa-namanya-lah-pokoknya-banyak-artis-yang-ke-sana
di daerah Gasibu ini. Sayang banget saat itu PTBnya minus 10 orang L tapi maaf banget saat itu kita mau banget
mengabadikan momen indah kayak gini. Kapan lagi coba mereka ulangtahu?n Ups!
Maksudnya kapan lagi mereka ulangtahun di 2012 ini? :p lagipula, kita pasti
bakalan foto kelas lagi kok dengan full personel dan kostum yang lebih catchy
dan tema yang terkonsep ;)
Ya kan? Ya kan?
Pas nyampe Jonas, aih alamaak langsung
dong naluri zoon-narsiscon (istilah
dibuat sendiri oleh penulis) kami muncul semua. Sementara saya pipis dan
sedikit melakukan touch-up di toilet
sama Bela, Devi, dan Mamah Dedeh, eh maksudnya Sischa. Sisanya pada foto-foto
di lantai bawah dengan ilegal. Hahaha. Habis melakukan berbagai posedur
pra-taking pictures, “JEPRET!!” akhirnya kami difoto juga (secara legal).
Yeeyy!! Kami difoto!! (seneng amat? Baelah kagok). Hasilnya yaaa lumayan,
kerutan, jerawat, kutil, panu, kadas, kurap, dan berbagai masalah kulit lainnya
ajaibnya ga keliatan di sini. Alhamdulillah in other words, ini hasilnya KEREN BANGET!!
LOVE LOVE IT!! REALLY LOVE IT!! AAAAH!! CAPSLOCKNYA RUSAAAAKKK!! AAAAA!!!
Senyum merekah dari bibir kami seperti sekuntum bunga di musim semi. Begitu indah, cerah, dan enak diliat (yang terakhir cukup diragukan) |
Merasakan
angin malam Bandung bersama kalian, PTB Eleven, adalah satu dari sekian banyak
momen indah dan unforgettable yang pernah Saya rasakan. Makasih banyak buat
malam yang indah ini ya. kita ini satu. Berbagai kepala dan isinya yang
berbeda-beda tidak perlu menjadikan kita terpecah belah dan menjadikan egoisme
mendominasi. sesungguhnya meskipun tercipta dengan gen yang berbeda, kromosom
kita kan jumlahnya tetap sama (apa sih?) ya artinya, kembali lagi ke kalimat
Saya yang sebelum ini. Beda tapi SATU! Walaupun kita belum bisa sukses
bareng-bareng nantinya, setidaknya kita ga saling menjatuhkan. Atau bisa saling
mengsukseskan? Why not?
Billion of loves to you my PTB eleven J
Tuesday, 17 July 2012
O my friends, my name is Viny
(halo teman-temanku, nama saya adalah Viny)
sadly, mancab! can diartiin real lol
(dih, mancab! bisa diartiin beneran hihi)
laaaah? really inconsequential?
(laaah? kok ngawur?)
moment for a moment! what the hell is wrong?
(bentar-bentar! ini apa yang salah sih?)
ooh understand now. ah you suck bang google
(ooh ngerti sekarang. ah payah lu bang google)
wow! cool, slang language
(wah keren! gaul bahasanya)
you know?
(lho?)
ah ah very bodo
ah bodo amat ah
ini adalah translate dari percakapan monolog saya menggunakan gugel trensleter. yap! anda bisa menilai sendiri.
ini mau ngegombalpun jadi ga asik kalo mau sok-sokan inggris. |
ayang-ayangku. yea whatever it'll be named
Bela dan Kiki, mereka lebih dari sekedar sahabat buatku.
Bahkan lebih dari sekedar pacar. Haha, aku tidak bercanda, kawan J hubungan kami ini bisa
diistilahkan sebagai the best-bestfriend that ever happened in the earth. Kami
bertiga berada di jurusan yang sama. Sudah, hanya itulah satu-satunya hal yang
menjadi persamaan kami. Selebihnya? Big no. Banyak sekali perbedaan daripada
kesamaan kami. Aku anak yang terbilang cuek. Kelewat cuek. Tapi kadang perasa.
Kiki anak yang lebih cuek daripada Aku. Hehe, tapi daya berpikirnya yang sangat
logis ketika menghadapi permasalahan hati kadang membuatku iri. Bossy menjadi
ciri khasnya. Bela, hmm sahabatku yang satu ini memiliki streotipe wanita yang
banget banget. Lembut, peka, gemulai, hehe. Pendengar yang baik walau kadang
suka mendadak autis gara-gara Bla*kber*ynya :p
senyum pepsodent. siapa yg giginya paling kuning? hiiiiyyy.. |
Bukan berarti sebagai sahabat, Aku dan mereka tidak
terlibat masalah. Hmm, bulan-bulan ini adalah bulan terberat kami bertiga.
Tahukah? Seringsekali kami berselisih namun ada saja satu di antara kami entah
itu Aku, Kiki, ataupun Bela yang bisa menjadi penengah. Seperti masalah yang
baru saja kami hadapi, mereka berdua, Kiki dan Bela (tanpa bermaksud rasis)
adalah dua orang yang sangat beruntung di bidang finansial. Sementara Aku? Hmm
tidak seberuntung mereka sebenarnya. Hehe. Hal itu membuat Aku seringkali
menolak bila mereka mengajak hang out bareng yang membuatku harus merogoh kocek
yang ga sedikit. Sebagai anak kost yang jauh dari money source, tentu saja tak
mudah untukku menerima ajakan mereka. Hal itu membuat kami agak jauh satu sama
lain saat itu. Tapi tak lama kemudian, aku memberanikan diri untuk
mengungkapkan semua penyebab ketidak hadiranku pada ajakan mereka. Aku
bersyukur, mereka berdua adalah sahabat terbaik yang pernah eksis di muka bumi
ini. Dengan senyum yang bijak dan menghangatkan jiwa mereka mengatakan, “Jangan
hanya anggap kita sahabat Kamu, Vin. Kita ini saudara. Benar kan? Jangan
sungkan kalau butuh apa-apa”. Terimakasih Tuhan, atas nikmat persahabatan yang
Kau berikan kepada Kami. We’ll keep it well forever together J
Yang Buta itu Aku.
Buat Kamu
Yang baru saja menorehkan
Segaris saja luka manis di hidupku
Terimakasih
Terimakasih, sungguh aku berterima kasih
Karena meskipun itu sebuah luka
Yang biasanya dipermanis dengan belati pilu nan perih yang menghujam
Namun manisnya terasa..
terasa..
Luka ini sesungguhnya sempurna. flawless..
Seperti kamu saat itu
Sempurna
Meskipun jari-jarimu sibuk menorehkan luka-luka ini
Pada setiap inci, detik, detail kehidupanku
Kamu tetap sempurna
Atau...
Aku yang terlalu buta?
Menjadi Pendidik? Bergelar SPd? Sebentar...
Wah, Saya jadi interesting banget nih dengan adanya lomba Blog Sampoerna School of Education, soalnyaaaa... Saya jadi lebih membuka hati, pikiran, perasaan, mata, telinga, hidung, mulut ah semua-muanya tentang pendidikan, ya! dunia yang tengah menjadi 'partikel utama' di dalam dinamika hidup Saya sekarang ini. there.. there.. ini tulisan Saya semoga bermanfaat bagi semua yang dengan senang hati membacanya.. here you are..
Bahkan
dokter, polisi, dan berbagai profesi hi-class
dan enak didenger yang sudah Saya bla bla bla kan di atas tadi tidak terlepas
dari peran si pendidik yang satu ini. Logikanya, kalo mau menepis kenyataan
tersebut, heloo siapa yang mengajarkan cara make stetoskop? Siapa yang
mengajarkan peraturan baris berbaris. Hap hap hap. Itu semua ada di tangan
pendidik lho, Guys.
For your info, dalam wujud apapun, dalam
balutan busana apapun, bahkan dalam logat berbicara seperti apapun, mereka yang
mampu berperan sebagai planner,
organizer, dan evaluator dalam
proses pembentukan suatu kepribadian organisme (in case for human only) yang lebih unggul (atau setidaknya maju)
bisa dikatakan sebagai pendidik. Mereka yang mampu menjadi inovator dalam pembentukan
individu yang kelak mampu bermanfaat bagi kehidupan ortang banyak, yang
memiliki fungsi yang penting dalam eksistensinya, adalah seorang Pendidik.
Mulia
bukan, seorang pendidik itu?
Berpikirlah
objektif makan Kamu akan menjawab, “Ya”
Saya dan beberapa teman sesama calon pendidik. we're happy? of course! |
Saya Viny dan saya adalah seorang calon pendidik yang
sekarang tengah menyelesaikan studinya di
sebuah Universitas Negeri keguruan favorit di Bandung.
Oh, bukan, tentu saja bukan karena Saya adalah bagian dari
proses pembentukan pendidik, maka di sini Saya secara gamblang menyuarakan
betapa mulia dan ’keren’nya menjadi seorang pendidik itu. Tentu saja bukan itu
alasan utamanya. (sebenarnya itu alasan ke sekian) (abaikan itu).
Awalnya, tepatnya ketika Saya masih begitu polos dalam
balutan seragam putih-abu, Saya adalah seorang anak yang amat dangkal dalam
berpikir dan berasumsi. Namun, selalu menganggap dirinya hebat, benar, dan
orang lain yang keliru. Orang lain selalu beranggapan pekerjaan menjadi seorang
guru itu adalah pekerjaan yang hebat, mulia, keren, etc etc. Tapi Saya, yang saat itu masih berpikir materialistis
memandang bahwa jadi guru itu ga oke, liat aja gajinya. Katanya gajinya
sedikitlah, murahlah,lebih layak dikatakan ‘uang jajan’lah. Dan begitu banyak
asumsi berlebihan yang berujuk negatif terhadap pekerjaan guru. Bahkan saat itu
tidak jarang Saya mencibir terhadap tangan-tangan yang terangkat ke udara saat
muncul pertanyaan klasik dari seorang guru Biologi di kelas Saya saat itu yang
berbunyi, “Siapa di sini yang kelak ingin menjadi seorang guru seperti Ibu?”
Tanpa Saya sadari bahwa asumsi-asumsi ‘liar’ Saya itu hanya
berbasis pada honor semata. Lihat kan? Betapa dangkalnya..
Sampai suatu hari, singkat cerita, Saya -katakanlah-
terdampar di sebuah Universitas keguruan favorit di kota impian saya, Bandung.
Dan saya tanpa saya sadari lagi, Saya memilih sebuah jurusan yang kelak menuntut
Saya untuk menyandang gelar SPd yang segelintir orang menjadikannya akronim
dari Sarjana Penuh Derita, Sarjana Penuh Duka, Sarjana Perih Duitnya de el el
de el el. yak, Saya memilih Pendidikan Teknik Sipil. Luar biasa bukan? Saya
anak teknik sekaligus calon pendidik. Dua ‘jabatan’ yang tidak pernah
sedikitpun Saya berniat terjun di dalamnya. Saya ini verbal-oriented. Kepada
dunia bahasa dan sastralah ‘harusnya’ saya mengabdikan diri. Haha. Namun Tuhan
ternyata berkehendak lain. Dan Saya harus mensyukurinya. Di kemudian hari Saya
pun lebih dari sekedar bersyukur.
with them, parts of my recent 'world'. |
Tetapi, saat itu.. SPd, Tuhaaan, kenapa harus SPd?
Sebuah gelar yang hanya memiliki satu definisi: Guru.
Apapun jurusannya, bahkan betapa bergengsinya
jurusan Saya ini, Teknik Sipil. Tetap saja harus direfleksikan oleh 3 huruf
itu. Aaaaaaaaaarrrhh.. saat itu Saya sempat mengalami apa yang namanya depresi.
Bahkan sempat ingin pindah jurusan hanya karena tidak mau menyandang gelar yang
sebenarnya mulia tersebut.
Hari demi hari, minggu demi minggu, bulan demi bulan,
cerita-cerita hidup yang dibumbui kehidupan kuliah di dunia pendidikan mulai
bisa dijadikan sebuah kisah hidup yang menarik, yang semoga kelak akan menjadi
sejarah pengantar kesuksesan Saya. Saya mulai.. sedikit tertarik dengan
pendidikan, dunia yang tidak sekedar mengajarkan untuk belajar. Tapi
mengajarkan untuk mengajar. Landasan Pendidikan, Psikologi Pendidikan,
Perkembangan Peserta Didik.. sangatlah kontras dengan mata kuliah lain seperti
Mekanika Tanah, Konstruksi Bangunan, Analisis Struktur dan berbagi mata kuliah
yang terkadang membuat orang lain harus membuka-buka Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) demi menemukan arti dari mata kuliah tersebut. Otak Saya
terbagi-bagi. Saya harus berpikir engineer-alike tetapi tanpa meninggalkan
ilmu-ilmu keguruan yang Saya pelajari. Saya mulai terbiasa dengan dinamika
hidup seperti ini. Ya, Saya suka, Saya cinta dunia pendidikan. Saya suka
menjadi calon guru.
Dunia,lihatlah..
Saya adalah calon
mulia yang akan menjadi bagian penting. Bagian penting dalam mekanisme
pembentukan sebuah individu. Individu yang merupakan cikal bakal kesuksesan.
Pola pikir Saya berubah saat itu juga. Terkadang Saya
mensyukuri saat-saat di mana kelabilan Saya mulai muncul. Kelabilan dalam
berpikir maksudnya. Pendidik, Guru, Dosen,atau bahkan tutor privat sekalipun
(seperti yang sedang saya jalani saat ini) dituntut harus bisa menjadi seorang
Konservator, Transmitor, Transfomator, Organisator, Planner, dan Evaluator
See?
Betapa ‘iya banget’ nya menjadi seorang pendidik. Dan Saya sungguh bangga bisa menjadi salah seorang peserta didik yang dididik menjadi calon pendidik. Meskipun sebenarnya untuk ke depannya nanti Saya masih belum mantap memutuskan apakah akan mengabdikan diri sepenuhnya di dunia pendidikan ini atau di dunia jurnalistik (the other one side I love the most). Namun Saya sungguh bersyukur, diberi kesempatan untuk bisa mendalami ‘jurus-jurus’ dalam mendidik yang terus terang saja bisa memberikan begitu banyak kemudahan dan manfaat dalam hidup saya. Terlebih, sekarang Saya tengah menjalani sebuah pekerjaan menjadi seorang guru privat.
See?
Betapa ‘iya banget’ nya menjadi seorang pendidik. Dan Saya sungguh bangga bisa menjadi salah seorang peserta didik yang dididik menjadi calon pendidik. Meskipun sebenarnya untuk ke depannya nanti Saya masih belum mantap memutuskan apakah akan mengabdikan diri sepenuhnya di dunia pendidikan ini atau di dunia jurnalistik (the other one side I love the most). Namun Saya sungguh bersyukur, diberi kesempatan untuk bisa mendalami ‘jurus-jurus’ dalam mendidik yang terus terang saja bisa memberikan begitu banyak kemudahan dan manfaat dalam hidup saya. Terlebih, sekarang Saya tengah menjalani sebuah pekerjaan menjadi seorang guru privat.
Ingat, mendidik
adalah proses memanusiakan manusia. KITA adalah manusia, dan KITA tetap butuh untuk dimanusiakan. J
Subscribe to:
Posts (Atom)