Monday, 6 August 2012

#1 REFLECTION


Pernahkah sekali saja, Allah bosan mendengar suara permohonan ampun hamba-Nya?

Pernahkah sekali saja, Allah tidak menggubris air mata dalam taubat hamba-Nya?

Pernahkah sesaat saja, Allah memejamkan matanya, tidak menghiraukan histeria penyesalan hamba-Nya akan dosa yang dilakukan?

Pernahkah?

Waktu umurku 5 tahun, saat itu aku pernah menangis karena berkelahi dengan teman sebayaku. Aku kalah. Aku menangis bukan hanya karena kekalahanku, tapi karena aku takut Allah marah padaku. Temanku itu muslim, dan menyakiti sesama muslim bukankah perbuatan yang dilarang agama? Lalu dengan senyum yang menghangatkan sanubari, Ummi berkata,

Allah itu Maha Pemaaf. Allah itu Maha Pendengar. Allah itu tidak tidur”
Lalu aku tersenyum sambil menyeka lelehan air mataku. Begitu hebat Tuhan yang aku sembah ini..
Tidak ada secuil penyesalanpun yang luput dari hirauannya
Tidak ada satu pintu taubatpun yang Ia tutup bagi hamba-Nya

Dia Allah..

Lalu,
bagaimana dengan kita?

Pernahkah sekali saja kita bener-benar menyesal akan dosa dan hina yang sudah kita lakukan, berjanji untuk tidak melakukannya lagi, dan bukan hanya sekedar janji?

Pernahkah sekali saja kita meghargai kesediaan Allah untuk menjadi yang Maha Pemaaf dengan tidak terus menerus bertaubat sekaligus terus menerus mengecewakannya lagi?

Pernahkah sesaat saja kita sadar bahwasanya sudah puluhan taubat yang kita lakukan namun masih saja bisikan setan menempati singgasana tertinggi dalam batin ini? Begitu lemahnya..
Pernahkah?

Allah itu Maha Pemaaf. Allah itu Maha Pendengar. Allah itu tidak tidur

Tanamkanlah,

Jangan sedikitpun terbesit dalam pikiranmu, naudzubillahimindzalik, memanfaatkan sifat ke-Maha-an Allah tersebut. Melakukan dosa dalam masih berbalutkan islam, bernafaskan kalimat dua syahadat, mengakui Muhammad sebagai panutan. Setelah itu dengan mudahnya menyesal, bertaubat, lalu ketika datang sang penghuni neraka membisiki kita dengan lantunan dan untaian kata  yang menjerumuskan, apa yang kita lakukan lagi? Berbuat dosa? Merasa bisa menyesal dan bertaubat kapan saja, karena Allah masih Maha segalanya, termasuk Maha Pemaaf. Bukankah itu namanya eksploitasi terhadap eksistensi sifat ke-Maha-an Allah?

Tulisan ini, tulisan yang bernafaskan keisalaman namun menurut Saya bahkan menurut siapapun yang mungkin membacanya sama sekali belum memenuhi standarisasi sebuah tulisan agamis yang biasanya dipercantik dengan lantunan hadist dan potongan ayat suci. Saya memang bukan spesialis penulis tulisan-tulisan islam, tulisan-tulisan yang bisa menggugah keimanan seseorang, tulisan yang membuat hati bergetar mengingat Allah. Bukan.. namun ini hanya sebuah coretan hati  seorang hamba Allah yang cinta akan agamanya, cinta akan status keislamannya, cinta akan Tuhannya..

Tulisan ini, bukan sebuah  jari telunjuk yang mengarah kepada siapapun di luar sana kecuali mengarah pada si penulis sendiri. Begitu banyak dosa dan taubat yang diciptakan bersamaan, membuat diri ini terkadang merasa sangat tidak pantas untuk lagi-lagi memohon ampun kepada Dia, sang Mahasempurna. Lalu kalau sudah begitu, apa yang saya lakukan? Masa harus menjadi murtad kemudian karena terlanjur malu untuk face to face dengan Tuhan, memohon pengampunanNya. Tapi bukankah Allah itu maha segalanya, termasuk maha pemaaf, bukan?

Jujur, dulu Saya sempat berpikiran seperti itu.

Dan memang benar, Allah memang benar-benar luar biasa, maha pemaaf, maha pengampun, begitu menumpuk kesalahan yang saya buat tapi Ia masih membiarkan Saya menghirup udara segarnya, memanjakan mata dengan pemandangan alam-Nya yang luar biasa, merasakan kehangatan di tengah-tengah orang yang saya kasihi. Alhamdulillah..

Tapi Allah memberikan kita kesempatan seperti itu bukian kita pergunakan untuk lagi-lagi menciptakan dosa-dosa baru atau justru melestarikan dosa-dosa lama, kawan.. Allah memberikan kita begitu banyak kesempatan untuk bisa menyadari, terbangun, bahwasanya kitapun masih diberi kesempatan untuk membuktikan diri, bahwa kita sesungguhnya bisa menjadi hamba-Nya yang baik, yang mampu belajar dari kesalahan masa lalu, yang merasa cukup ‘sakit’ akan pukulan di masa lalu. Terus dan terus belajar dari kesalahan, sehingga islam kita menjadi islam yang kaffah

Allah itu Maha Pemaaf. Allah itu Maha Pendengar. Allah itu tidak tidur

Tidak ada secuil penyesalanpun yang tidak Ia hargai
Tidak ada satu pintu taubatpun yang Ia tutup bagi hamba-Nya

Dia Allah..

Lalu bagaimana dengan kita?

No comments:

Post a Comment