Saturday, 18 August 2012

adikku, Fabian


Reach my hand


so, Bring me..


Yaa Allah..
Yaa Rabb..
Kenapa Engkau ciptakan makhluk sepertiku ini
Yang datang dan pergi dalam menyembahmu?
Yaa Malik, yaa Kudus
Aku berlumur dosa dan maksiat saat ini
Kenapa lingkungan sekitar yang ku jalani
Tak mampu membuatku berimigrasi dari lembah kegelapan menuju jalanMu?
Yaa Rabb, yaa Rahman ya Rahiim..
Aku kalah telak dengan makhlukmu yang satu lagi
Yang bahkan lebih hina dariku ini
Iblis


Yaa Rabb, jangan biarkan aku menikmati segala jamuan maksiatnya
Ambil aku yaa Allah! Peluk aku! Selamatkan aku!
Ini hidupku
Bukan hidupnya
Tapi hanya Kau lah yang berkuasa mutlak atas hidupku
Aku ingin kembali, yaa Rabb!
Namun tahan aku yaa Allah, jangan lepaskan aku
Di saat ajakan maksiat itu tercium lagi
Bawa aku..
bersamaMu Tuhanku

Friday, 17 August 2012

Aku sudah bertanya kepada Tuhan, tentang persimpangan itu. Ke mana aku harus bertujuan, ke mana dunia akan membawaku. apapun itu, kamu tidak boleh menentangnya..
perasaan adalah sebuah benda vital yang paling tidak bisa dibohongi, tidak bisa dipaksakan :)

"just 'cause some cute girl likes the same bizarro crap you do, that doesn't make her your soulmate, Tom" (Rachel, 500 Days of Summer)

Saturday, 11 August 2012

manusia di persimpangan


penghuni baru gazeboo, Helipad FPTK UPI. watch out!

lagi melaksanakan ritual wajib malam minggu: menjamah gazeboo FPTK, dengan secercah wifi tanpa batas. menemukan seekor makhluk cantik yang belakangan ini sering keliatan rajin mampir di gazeboo :) Saya beri nama dia Nocta (diambil dari kata Nocturnal, hewan malam)









[DEMON]STRATIONS

betapa mudahnya menemukan sebuah artikel demo. dengan ReMa UPI sebagai artisnya.
ah, I love my campus.


ATOM :)


Please welcome! Olympus  VG-150, Digital Camera yang berhasil Saya bawa pulang dengan harga di bawah satu juta rupiah.
Sungguh, saya bingung dengan kamera siapa Saya harus mengabadikan si Atom. yaudah Saya googling ajalah.
Lumayan keren, setidaknya hobi Saya yang lumayan menghabiskan banyak waktu (capturing life) bisa ditopang dengan bantuan gadget murah meriah ini. This one will be named: Atom. Why Atom? Karena Saya lagi suka banget nonton film yang menjadikan robot sebagai pemeran utamanya. Sucha.. Iron Man, Real Steel.. nah Real Steel film yang dimainin sama Hugh Jackman dan Dakota siapaaa gitu ya lupa namanya, di sana ada tokoh robot peniru yang bernama Atom, yang berhasil mengalahkan Zeus, robot –yang tadinya-  undefeated di pertandingan tinju robot tahun 2020. Padahal Atom Cuma robot sampah yang dipungut sama Max Kelton di penampungan sampah robot. Setelah sedikit dimodifikasi dan banyak latihan, voila! Atom pun menjadi lebih dari sekedar robot tak terkalahkan, dan.. oke STOP! Kenapa jadi ngomongin Real Steel? Yang pasti, Saya siap untuk lebih mendalami kegiatan Saya dalam mengabadikan hidup. Melalui kata atau gambar. Siap. Saya semakin siap.

waiting for breakfasting at Punclut, Bandung

Bosan


di tengah kegiatan Penerimaan Mahasiswa Baru, I covered one invention! :p one of my classmates


Jajang, are you tired or what?


Monday, 6 August 2012

Pengenalan Sex Education pada Kegiatan Pengajaran di Sekolah di Indonesia.




A:         “Waktu masih duduk di bangku SMA, pelajaran apa yang paling Lo suka? Yang paling favorit deh pokoknya!”
B:         “hmm apa yaaa.. Biologi lah pastinya!”
A:         “Hah? Kenapa jadi Biologi? Lo sempet pengen jadi dokter ya? atau scientist?ah.. tapi kan Lo kan anak IPS”
B:         “Hahaha, bukan kok, gue mah maunya jadi enterpreneur”
A:         “Loh? Terus?”
B:         “Siapa sih yang ga suka kalo ada pelajaran yang ngebahas sistem reproduksi? Hahaha”
A:         “...”

Dialog singkat di atas bukan hanya sekedar wacana yang bisa memancing senyum Anda semua ketika membacanya. Dialog ini sebenarnya sebuah percakapan yang pernah dialami sendiri oleh penulis dengan teman satu sekolahnya. Kejadian klise ini bisa dikatakan sebuah fenomena. Ya, fenomena sederhana yang patut untuk dijadikan bahan perhatian bagi Kita semua.
Kenapa bisa menjadi bahan perhatian?

Bagaimana bisa, alasan seseorang mencintai suatu mata pelajaran atas dasar suatu hal yang (masih) dianggap tabu? Seks. Dewasa ini, dunia seks dan sebangsanya masih menjadi barang langka dan keramat untuk dijadikan sebuah materi pembicaraan. Di lingkungan keluarga, lingkungan pergaulan, bahkan seringkali terjadi di lingkungan pendidikan.

Lingkungan keluarga, di mana seorang anak memperoleh pendidikan dasar yang tidak diajarkan di sekolah. Di mana orangtua, Ayah dan Ibu, menjadi suri tauladan dan ‘wali kelas’ si Anak dalam proses belajar di dalamnya. Memiliki banyak sendi-sendi pengajaran mengenai kehidupan yang nantinya akan diaplikasikan si Anak dalam menjalani kehidupan. Termasuk pengajaran tentang pendidikan seks. Anda mengernyitkan dahi? Penulis paham. Karena faktanya, tidak sedikit mereka para orangtua yang masih menyikapi hal ini dengan pola pikir tertutup. Kemudian ‘keingin-tahuan’ anak-anak mereka pun digantung. Sampai akhirnya ‘menggantung’ pada tempat yang salah. Rasa penasaran dan ingin tahu mereka dipenuhi dengan informasi-informasi yang benar namun belum tentu baik untuk mereka ketahui pada saat itu. Internet, majalah, film, siapa yang bisa menjamin keamanan narasumber yang mereka peroleh tentang dunia seksual? Bukankah satu-satunya sumber yang aman dan terpercaya adalah orangtua mereka sendiri? Yang tentunya sudah tahu dan sudah merencanakan yang terbaik untuk anak-anak mereka. Coba kita renungkan kembali, sebenarnya apa yang menjadi ujung tombak sikap kontradiktif kebanyakan orangtua dengan adanya pendidikan seks di dalam keluarga? Di sini bukan maksud saya menyalahkan sikap orangtua manapun dalam menyikapi kejadian di atas. Bisa dimengerti, budaya timur kita yang masih mengkotak-kotakan seks dan kehidupan sehari-hari, menjadikan hal tersebut tabu dan sangat ‘keramat’ untuk dijadikan topik pembicaraan, terlebih bagi anak di bawah umur. Hal inilah yang membuat sebagian orangtua merasa wajib menghindar atau mengalihkan pembicaraan ketika si Anak mulai menanyakan perihal seks.  Maka terjadilah ‘eksplorasi yang salah’ yang dilakukan sang anak tentang dunia seks. Di sinilah bisa terjadi permasalahan-permasalahan seks seperti munculnya Infeksi Menular Seksual (IMS), HIV/AIDS, married by accident, dan sebagainya.

Kemudian kepada apa dan siapa kita menuding adanya peristiwa-peristiwa penyimpangan seks yang telah disebutkan di atas? Kepada internetkah? Kepada mediakah? Kepada teknologikah? Atau bahkan kepada era globalisasikah?

Seyogyanya hal ini mampu dijadikan bahan pemikiran dan introspeksi diri bagi khalayak khususnya orangtua yang memiliki peran penting dalam pengembangan pribadi anak baik dari segi psikis maupun fisiknya. Itu dari lingkungan keluarga. Rumah pertama dan utama bagi si anak. Lalu bagaimana dengan peran sekolah sebagai rumah keduanya?

Faktanya, tidak sedikit orang yang sadar akan pentingnya pendidikan seks di usia dini. Bahkan sejak dulu banyak yang bersuara positif mengenai input pendidikan seks ke dalam sistem pengajaran di sekolah. Bagi penulis, hal itu bukanlah hal yang pantas untuk ditolak atau menimbulkan sikap kontradiktif. Karena di sini cara berpikir dan sudut pandang mereka mengenai seks akan lebih terarah sesuai pola usia dan kebutuhannya.

Maka di sinilah adanya Sex Education pada Usia Dini sangat esensial dan sangat dibutuhkan keberadaannya. Termasuk juga dengan Sex Education yang dipautkan dengan pengajaran di sekolah. Apakah masih terdengar tabu di telinga anda. Seks. Sekolah. Siswa-Siswi. berada dalam satu lingkup dan memiliki sistem di dalamnya. Masihkah terdengar ‘janggal’ di telinga Anda? Maka itu menurut Saya di sinilah harus diadakan metode pengajaran Behavioristik, yaitu metode belajar yang memiliki prinsip bahwasanya pola-pola perilaku itu dapat terbentuk dengan adanya  proses pembiasaan dan pengukuhan (reinforcement) dengan mengkondisikan stimulus dalam suatu lingkungan.

Tidak kalah memegang peranan penting dalam pembentukan karakter anak, sekolah atau pendidikan mengajarkan 3 aspek penting: Kognitif, afektif, dan psikomotorik. Menurut pengamatan Penulis, di sini kognitiflah yang paling dominan di antara ke-3nya. Para pendidik menuntut perkembangan anak didiknya lewat aspek kognitif saja. Akademik dan akademik. Tanpa memperhatikan character building yang tentu saja sangat penting bagi peserta didik. Sungguh disayangkan mengingat kapasitas pendidik di Indonesia yang padahal semakin kesini semakin membaik.

Apa yang ditakutkan dengan adanya sex education di dalam kelas? Pengalaman saya sewaktu SMA, pelajaran Biologi mengenai organ reproduksi saja bisa membuat kelas menjadi ricuh seketika. Apalagi diberikannya pendidikan seks secara detail dan menyeluruh? Maka itu ada baiknya pendidikan seks diajarkan tidak dijadikan satu mata pelajaran yang sengaja diadakan di kurikulum. Selain menghindari adanya kesalah pahaman dalam segi penangkapan, juga ada baiknya pendidikan seks yang lebih ‘memusat’ diajarkan oleh orangtua di rumah yang lebih mengerti karakter anak. Sekolah memberikan pendidikan seks secara ‘global’ bukan secara terpusat. Seks bukan hanya melulu mengenai hubungan suami istri.  Perubahan bentuk tubuh, masa pubertas, klasifikasi organ reproduksi pria dan wanita pun merupakan hal-hal yang berkenaan dengan seks. Sekolah bisa mengajarkan seks tanpa menjadikan seks sebagai satu mata pelajaran baru. Tapi bisa diselipkan di pelajaran-pelajaran lain. Contoh mudahnya, Biologi. Selain menjelaskan tentang organ reproduksi, pendidikpun bisa menjelaskan tentang seks secara implisit (tidak langsung), pendidik bisa menjelaskan mengenai dampak buruk dari perlakuan seks bebas, perilaku seks yang harus dihindari, dan sebagainya. Pelajaran kewarganegaraan, contohnya: sebagai warga negara yang baik yang berpedoman pada pancasila harus menaati sila pertama: ketuhanan yang maha esa. Di mana kita harus percaya dengan adanya Tuhan, maka takut dengan azab Tuhan. Melakukan seks di luar nikah adalah perbuatan dosa besar yang akan dilaknat Tuhan. Selain itu akan melanggar norma-norma keasusilaan. Dan pelajaran lain yang bisa dipadupadankan dengan pendidikan seks. Tentunya akan memberikan dampak yang positif bagis peserta didik. Berikut penulis memaparkan beberapa langkah penerapan metode Sex Education :
1
.     Penggunaan media audio-visual yang benar
Peserta didik bisa diberikan informasi melalui infocus. Video mengenai akibat pergaulan bebas (dalam kasus ini seks bebas) diperlihatkan pelakunya dan akibatnya. Tentu saja dengan menggunakan nama samaran dan disensor.
2.      Studi Kasus
Apabila ada orang yang mereka kenal melakukan perilaku negatif yaitu menonton video porno atau membaca majalah-majalah porno di hadapan mereka, apa yang akan mereka lakukan?
3.      Visitasi
Kunjungan ke rumah sakit, melihat lebih dekat dampak dan akibat dari penyimpangan seks. Memperoleh keterangan dari ahlinya (dokter, spesialis, dll)
4.      Tugas Kelompok
Melakukan riset sederhana mengenai dampak dari perlaku penyimpangan seks.
5.      Mentoring Keagamaan
Di sini dibangun benteng pertahanan keimanan peserta didik. Agar tidak ‘terpeleset’ dalam pergaulan. Hal ini pun sangat penting terhadap kejiwaan si Anak tersebut. Mengingatkan kepada Tuhannya di setiap perbuatan yang mereka lakukan membuat harapan besar adanya proses minimalisir atas munculnya permasalahan-permasalahan seks terutama di lingkungan peserta didik.

#1 REFLECTION


Pernahkah sekali saja, Allah bosan mendengar suara permohonan ampun hamba-Nya?

Pernahkah sekali saja, Allah tidak menggubris air mata dalam taubat hamba-Nya?

Pernahkah sesaat saja, Allah memejamkan matanya, tidak menghiraukan histeria penyesalan hamba-Nya akan dosa yang dilakukan?

Pernahkah?

Waktu umurku 5 tahun, saat itu aku pernah menangis karena berkelahi dengan teman sebayaku. Aku kalah. Aku menangis bukan hanya karena kekalahanku, tapi karena aku takut Allah marah padaku. Temanku itu muslim, dan menyakiti sesama muslim bukankah perbuatan yang dilarang agama? Lalu dengan senyum yang menghangatkan sanubari, Ummi berkata,

Allah itu Maha Pemaaf. Allah itu Maha Pendengar. Allah itu tidak tidur”
Lalu aku tersenyum sambil menyeka lelehan air mataku. Begitu hebat Tuhan yang aku sembah ini..
Tidak ada secuil penyesalanpun yang luput dari hirauannya
Tidak ada satu pintu taubatpun yang Ia tutup bagi hamba-Nya

Dia Allah..

Lalu,
bagaimana dengan kita?

Pernahkah sekali saja kita bener-benar menyesal akan dosa dan hina yang sudah kita lakukan, berjanji untuk tidak melakukannya lagi, dan bukan hanya sekedar janji?

Pernahkah sekali saja kita meghargai kesediaan Allah untuk menjadi yang Maha Pemaaf dengan tidak terus menerus bertaubat sekaligus terus menerus mengecewakannya lagi?

Pernahkah sesaat saja kita sadar bahwasanya sudah puluhan taubat yang kita lakukan namun masih saja bisikan setan menempati singgasana tertinggi dalam batin ini? Begitu lemahnya..
Pernahkah?

Allah itu Maha Pemaaf. Allah itu Maha Pendengar. Allah itu tidak tidur

Tanamkanlah,

Jangan sedikitpun terbesit dalam pikiranmu, naudzubillahimindzalik, memanfaatkan sifat ke-Maha-an Allah tersebut. Melakukan dosa dalam masih berbalutkan islam, bernafaskan kalimat dua syahadat, mengakui Muhammad sebagai panutan. Setelah itu dengan mudahnya menyesal, bertaubat, lalu ketika datang sang penghuni neraka membisiki kita dengan lantunan dan untaian kata  yang menjerumuskan, apa yang kita lakukan lagi? Berbuat dosa? Merasa bisa menyesal dan bertaubat kapan saja, karena Allah masih Maha segalanya, termasuk Maha Pemaaf. Bukankah itu namanya eksploitasi terhadap eksistensi sifat ke-Maha-an Allah?

Tulisan ini, tulisan yang bernafaskan keisalaman namun menurut Saya bahkan menurut siapapun yang mungkin membacanya sama sekali belum memenuhi standarisasi sebuah tulisan agamis yang biasanya dipercantik dengan lantunan hadist dan potongan ayat suci. Saya memang bukan spesialis penulis tulisan-tulisan islam, tulisan-tulisan yang bisa menggugah keimanan seseorang, tulisan yang membuat hati bergetar mengingat Allah. Bukan.. namun ini hanya sebuah coretan hati  seorang hamba Allah yang cinta akan agamanya, cinta akan status keislamannya, cinta akan Tuhannya..

Tulisan ini, bukan sebuah  jari telunjuk yang mengarah kepada siapapun di luar sana kecuali mengarah pada si penulis sendiri. Begitu banyak dosa dan taubat yang diciptakan bersamaan, membuat diri ini terkadang merasa sangat tidak pantas untuk lagi-lagi memohon ampun kepada Dia, sang Mahasempurna. Lalu kalau sudah begitu, apa yang saya lakukan? Masa harus menjadi murtad kemudian karena terlanjur malu untuk face to face dengan Tuhan, memohon pengampunanNya. Tapi bukankah Allah itu maha segalanya, termasuk maha pemaaf, bukan?

Jujur, dulu Saya sempat berpikiran seperti itu.

Dan memang benar, Allah memang benar-benar luar biasa, maha pemaaf, maha pengampun, begitu menumpuk kesalahan yang saya buat tapi Ia masih membiarkan Saya menghirup udara segarnya, memanjakan mata dengan pemandangan alam-Nya yang luar biasa, merasakan kehangatan di tengah-tengah orang yang saya kasihi. Alhamdulillah..

Tapi Allah memberikan kita kesempatan seperti itu bukian kita pergunakan untuk lagi-lagi menciptakan dosa-dosa baru atau justru melestarikan dosa-dosa lama, kawan.. Allah memberikan kita begitu banyak kesempatan untuk bisa menyadari, terbangun, bahwasanya kitapun masih diberi kesempatan untuk membuktikan diri, bahwa kita sesungguhnya bisa menjadi hamba-Nya yang baik, yang mampu belajar dari kesalahan masa lalu, yang merasa cukup ‘sakit’ akan pukulan di masa lalu. Terus dan terus belajar dari kesalahan, sehingga islam kita menjadi islam yang kaffah

Allah itu Maha Pemaaf. Allah itu Maha Pendengar. Allah itu tidak tidur

Tidak ada secuil penyesalanpun yang tidak Ia hargai
Tidak ada satu pintu taubatpun yang Ia tutup bagi hamba-Nya

Dia Allah..

Lalu bagaimana dengan kita?