Saturday, 28 July 2012

#1 PTBELEVEN


I gotta a feeling...
That tonight’s gonna be a good night..
That tonight’s gonna be a good, good night..
Tonight’s the night! Let’s live it up!
Kayaknya penggalan lirik lagu yang dinyanyiin sama Bang Rhoma *weits* maksudnya abang-abang dan mpok yang tergabung dalam group music bernama Black Eyed Peas di atas pas banget merefleksikan apa yang Saya dan teman-teman PTB Eleven rasakan malam ini. Ooh bukan, kita bukan pergi bareng-bareng ke suatu night club terus ajojing di sana dan pulang dalam keadaan little bit tipsy sambil gogorowokan di atas sebuah mobil pick up (baca: truk sayur) ngecengin para pejalan kaki di daerah Dago, atau ngeledekin geng motor yang lagi pada mangkal di daerah Pasopati. Hihi, sebenernya justru lebih heboh dari itu. Setidaknya itu menurut Saya. Setidaknya..
First of all, happy cake day buat my lovely classmates, Andhyni Kusumahastiti sang Ibu Negara (sebenernya yang menjabat sebagai ibu negara itu Andin atau Kiki sih? Kayaknya kalo Kiki lebih tepat jadi ibu –tiri- negara deh hihi) Johannes Julius yang makin eksis dengan frizzy hair-stylenya, lalu si Charlie-wannabe Hendra Rudiansyah (bukan Ridiansyah. Tolong garisbawahi, bukan Ridiansyah) and last but not least si Mr. Galau everywhere everytime ;) please, welcome.. Reza Jurisman.
Karena kemurah-hatian mereka dan mungkin karena tampang PTB yang cenderung ke arah memelas, mereka pun dengan senag hati mengcover makan buka puasa kami. Yihaaaa!
Jadi awalnya begindang lho sodara-sodari..
Karena abang sama mpok yang di atas pada ulangtahun ceritanye, nah aye barengan temen-temen aye.. (nah kenapa jadi betawi ngomongnya?) nah kita rencananya mau ditraktir gitu sama mereka. Syukuran lah istilahnya. Gatau deh nyukurin siapa. Siapa kek yang mau disukurin. Hayoo siapa? Ah asa teu kudu.
Beberapa makhluk astral (Asik, Terampil, dan Gahol) PTB termasuk Saya masih berkutat sama kegiatan Penerimaan Mahasiswa Baru (PMB) untuk Himpunan Mahasiswa Sipil (HMS) tadinyaaa dikirain acara bakalan case closed pas jam 4an, makanya kitapun janjian di depan masjid Al-Furqan, terus rencananya mau langsung cabut ke TKP (Rumah Makan Sunda Bacakan, Barkacan, Brakacan, Dakocan, ya apalah itu lupa Saya hehe). Di luar dugaan dan kemauan, ternyata Mahasiswa Baru (MaRu) yang dateng lumayan bejibun. You know what is bejibun? Bejibun is named from segambreng. You know what’s segambreng? Ah cari tau ndiri! Nah makanya itu jadinya beres PMB-nya pas magrib. Ba’du yang jadi ketupel yang pastinya ga etis kalo harus walk out dari TKP, Kiki yang saat itu jadi anak acara yang notabene paling ribet, Janaka dan Saya anak Humas yang masih dibutuhin di sana, serta Epul, Ari, Jajang yang jadi pemanis di TKP tentunya ga bisa gitu aja pergi dari sana dan dengan polosnya dan wajah tanpa dosa mengatakan kalau kami mau buk-ber. Terus acara gimana doooong? JENG JENG JENG.
Devi, Novan, Teh Wiwit, Fitri, dan mamah dedeh, eh maksudnya Sischa masih nungguin kita di deket-deket TKP. Sumpah, swear of God, Saya ga enak banget sama mereka. Bahkan pas adzan berkumandang, pantat mereka masih setia ga beranjak dari jok motor nungguin kita. Bayangkan pemirsa! Betapa mengharukannya! Hiks!
Akhirnya, class is dismissed. Saya dan beberapa makhluk astral PTB langsung buru-buru cabut dan solat di alfurqon. Beres solat ternyata masih ada sesi nunggu-nungguan. Gembel di perut sudah mengumandangkan demo. Bahkan Saya yakin pada bakar ban di dalem. Adeeeuuuhh.
Demikian Saya-Fitri, Devi-Teh Wiwit, Sischa-Nanda, Teh Nike-Teh Nita berangkat duluan menyusul yang lainnya yang sudah menunggu di restoran-yang-sumpah-Saya-lupa-apa-namanya-lah-pokoknya-banyak-artis-yang-ke-sana di daerah Gasibu.
“Polisi!” untung Fitri ngeh kalo ada polisi yang stay tune di belokan ke arah jalan Siliwangi (itu loh jalanan yang katanya angker. Yang sampe masuk tipi) yaudah, alhasil Saya, Teh Nita, dan Nanda yang ga pake helm buru-buru nyadar diri dan langsung nyebrang dengan lemah gemulain menggunakan kedua kaki kami yang indah dan jenjang ini. Hoek
Lanjut perjalanan, sampe juga di lokasi. Haaaah perut sudah meronta kelaparan. yaiyalah belum buka puasa ini mameeen. Segala partikel yang ditangkap oleh mata kami termanifestasikan menjadi seonggok makanan. Batang pohon jadi lolipop, batu di jalanan kayak gorengannya Nanda, bahkan percaya atau ngga, Saya ngeliat bulan di langitpun jadi teringat donat yang dulu pernah Saya jualin. ampun DJ. Saya duduk di dekat Bela, langsung ditawarin makanan. Ga pake malu-malu. Ga pake sok-sok nolak apalagi nolak beneran. Saya sikat semua yang ada di hadapan Saya (hiperbolis).
Setelah derai tawa yang tercipta, dan hampir semua anak PTB ‘kena’ jadi objek penderitaan, berbagai doa, pesan, dan kesan yang tercurah-limpah-ruahkan untuk keempat teman kami yang berulangtahun, akhirnya Kami memutuskan untuk foto bareng di sebuah studio foto elit (ciyeh elit) di dekat-dekat restoran-yang-sumpah-Saya-lupa-apa-namanya-lah-pokoknya-banyak-artis-yang-ke-sana di daerah Gasibu ini. Sayang banget saat itu PTBnya minus 10 orang L tapi maaf banget saat itu kita mau banget mengabadikan momen indah kayak gini. Kapan lagi coba mereka ulangtahu?n Ups! Maksudnya kapan lagi mereka ulangtahun di 2012 ini? :p lagipula, kita pasti bakalan foto kelas lagi kok dengan full personel dan kostum yang lebih catchy dan tema yang terkonsep ;)
Ya kan? Ya kan?
Pas nyampe Jonas, aih alamaak langsung dong naluri zoon-narsiscon (istilah dibuat sendiri oleh penulis) kami muncul semua. Sementara saya pipis dan sedikit melakukan touch-up di toilet sama Bela, Devi, dan Mamah Dedeh, eh maksudnya Sischa. Sisanya pada foto-foto di lantai bawah dengan ilegal. Hahaha. Habis melakukan berbagai posedur pra-taking pictures, “JEPRET!!” akhirnya kami difoto juga (secara legal). Yeeyy!! Kami difoto!! (seneng amat? Baelah kagok). Hasilnya yaaa lumayan, kerutan, jerawat, kutil, panu, kadas, kurap, dan berbagai masalah kulit lainnya ajaibnya ga keliatan di sini. Alhamdulillah in other words, ini hasilnya KEREN BANGET!! LOVE LOVE IT!! REALLY LOVE IT!! AAAAH!! CAPSLOCKNYA RUSAAAAKKK!! AAAAA!!!

Senyum merekah dari bibir kami seperti sekuntum bunga di musim semi. Begitu indah, cerah, dan enak diliat (yang terakhir cukup diragukan)
            Merasakan angin malam Bandung bersama kalian, PTB Eleven, adalah satu dari sekian banyak momen indah dan unforgettable yang pernah Saya rasakan. Makasih banyak buat malam yang indah ini ya. kita ini satu. Berbagai kepala dan isinya yang berbeda-beda tidak perlu menjadikan kita terpecah belah dan menjadikan egoisme mendominasi. sesungguhnya meskipun tercipta dengan gen yang berbeda, kromosom kita kan jumlahnya tetap sama (apa sih?) ya artinya, kembali lagi ke kalimat Saya yang sebelum ini. Beda tapi SATU! Walaupun kita belum bisa sukses bareng-bareng nantinya, setidaknya kita ga saling menjatuhkan. Atau bisa saling mengsukseskan? Why not?
Billion of loves to you my PTB eleven J
            

Tuesday, 17 July 2012


O my friends, my name is Viny
(halo teman-temanku, nama saya adalah Viny)

 sadly, mancab! can diartiin real lol
(dih, mancab! bisa diartiin beneran hihi)

laaaah? really inconsequential?
(laaah? kok ngawur?)

moment for a moment! what the hell is wrong?
(bentar-bentar! ini apa yang salah sih?) 

ooh understand now. ah you suck bang google
(ooh ngerti sekarang. ah payah lu bang google) 

wow! cool, slang language
(wah keren! gaul bahasanya)

you know?
(lho?)

ah ah very bodo
ah bodo amat ah

ini adalah translate dari percakapan monolog saya menggunakan gugel trensleter. yap! anda bisa menilai sendiri.

ini mau ngegombalpun jadi ga asik kalo mau sok-sokan inggris.

ayang-ayangku. yea whatever it'll be named


Bela dan Kiki, mereka lebih dari sekedar sahabat buatku. Bahkan lebih dari sekedar pacar. Haha, aku tidak bercanda, kawan J hubungan kami ini bisa diistilahkan sebagai the best-bestfriend that ever happened in the earth. Kami bertiga berada di jurusan yang sama. Sudah, hanya itulah satu-satunya hal yang menjadi persamaan kami. Selebihnya? Big no. Banyak sekali perbedaan daripada kesamaan kami. Aku anak yang terbilang cuek. Kelewat cuek. Tapi kadang perasa. Kiki anak yang lebih cuek daripada Aku. Hehe, tapi daya berpikirnya yang sangat logis ketika menghadapi permasalahan hati kadang membuatku iri. Bossy menjadi ciri khasnya. Bela, hmm sahabatku yang satu ini memiliki streotipe wanita yang banget banget. Lembut, peka, gemulai, hehe. Pendengar yang baik walau kadang suka mendadak autis gara-gara Bla*kber*ynya :p
senyum pepsodent. siapa yg giginya paling kuning? hiiiiyyy..

Bukan berarti sebagai sahabat, Aku dan mereka tidak terlibat masalah. Hmm, bulan-bulan ini adalah bulan terberat kami bertiga. Tahukah? Seringsekali kami berselisih namun ada saja satu di antara kami entah itu Aku, Kiki, ataupun Bela yang bisa menjadi penengah. Seperti masalah yang baru saja kami hadapi, mereka berdua, Kiki dan Bela (tanpa bermaksud rasis) adalah dua orang yang sangat beruntung di bidang finansial. Sementara Aku? Hmm tidak seberuntung mereka sebenarnya. Hehe. Hal itu membuat Aku seringkali menolak bila mereka mengajak hang out bareng yang membuatku harus merogoh kocek yang ga sedikit. Sebagai anak kost yang jauh dari money source, tentu saja tak mudah untukku menerima ajakan mereka. Hal itu membuat kami agak jauh satu sama lain saat itu. Tapi tak lama kemudian, aku memberanikan diri untuk mengungkapkan semua penyebab ketidak hadiranku pada ajakan mereka. Aku bersyukur, mereka berdua adalah sahabat terbaik yang pernah eksis di muka bumi ini. Dengan senyum yang bijak dan menghangatkan jiwa mereka mengatakan, “Jangan hanya anggap kita sahabat Kamu, Vin. Kita ini saudara. Benar kan? Jangan sungkan kalau butuh apa-apa”. Terimakasih Tuhan, atas nikmat persahabatan yang Kau berikan kepada Kami. We’ll keep it well forever together J

Yang Buta itu Aku.



Buat Kamu

Yang baru saja menorehkan

Segaris saja luka manis di hidupku

Terimakasih

Terimakasih, sungguh aku berterima kasih

Karena meskipun itu sebuah luka

Yang biasanya dipermanis dengan belati pilu nan perih yang menghujam

Namun manisnya terasa..
terasa..

Luka ini sesungguhnya sempurna. flawless..

Seperti kamu saat itu

Sempurna

Meskipun jari-jarimu sibuk menorehkan luka-luka ini

Pada setiap inci, detik, detail kehidupanku

Kamu tetap sempurna

Atau...

Aku yang terlalu buta?

Menjadi Pendidik? Bergelar SPd? Sebentar...



 Wah, Saya jadi interesting banget nih dengan adanya lomba Blog Sampoerna School of Education, soalnyaaaa... Saya jadi lebih membuka hati, pikiran, perasaan, mata, telinga, hidung, mulut ah semua-muanya tentang pendidikan, ya! dunia yang tengah menjadi 'partikel utama' di dalam dinamika hidup Saya sekarang ini. there.. there.. ini tulisan Saya semoga bermanfaat bagi semua yang dengan senang hati membacanya.. here you are..

Pendidik. Readers, pendidik –tentu saja- berbeda dengan penduduk. Pendidik memiliki scope yang berbeda daripada sekedar sekumpulan populasi yang dinamakan penduduk. Pendidik adalah penduduk, namun menurut Saya, tidak semua penduduk bisa menjadi pendidik. Pendidik adalah sebuah profesi yang mulia, priceless, honourable, yang pantas untuk disejajarkan dengan profesi mulia lain seperti dokter, polisi, ABRI, etc etc. Mereka bekerja dan berkutat di dunia yang berbeda dan dengan jenis pekerjaan yang berbeda pula, tetapi bermuara pada satu penghujung yang serupa: bermanfaat BESAR bagi nasib orang lain. Pendidik bahkan lebih dari sekedar itu. Ia memanusiakan manusia (nah, ini yang Saya dapatkan dari mata kuliah Landasan Pendidikan di semester ke dua) meng’otak’kan otak manusia, menghidupkan hidup manusia. oke, pernyataan tersebut lebih terdengar seperti... Pendidik, bikin hidup lebih hidup. Oke cukup, Saya tidak mau dicekal karena penggunaan slogan berlisensi. Just kidding.
                Bahkan dokter, polisi, dan berbagai profesi hi-class dan enak didenger yang sudah Saya bla bla bla kan di atas tadi tidak terlepas dari peran si pendidik yang satu ini. Logikanya, kalo mau menepis kenyataan tersebut, heloo siapa yang mengajarkan cara make stetoskop? Siapa yang mengajarkan peraturan baris berbaris. Hap hap hap. Itu semua ada di tangan pendidik lho, Guys.
 For your info, dalam wujud apapun, dalam balutan busana apapun, bahkan dalam logat berbicara seperti apapun, mereka yang mampu berperan sebagai planner, organizer, dan evaluator dalam proses pembentukan suatu kepribadian organisme (in case for human only) yang lebih unggul (atau setidaknya maju) bisa dikatakan sebagai pendidik. Mereka yang mampu menjadi inovator dalam pembentukan individu yang kelak mampu bermanfaat bagi kehidupan ortang banyak, yang memiliki fungsi yang penting dalam eksistensinya, adalah seorang Pendidik.

Mulia bukan, seorang pendidik itu?

Berpikirlah objektif makan Kamu akan menjawab, “Ya”

Saya dan beberapa teman sesama calon pendidik. we're happy? of course!
Saya Viny dan saya adalah seorang calon pendidik yang sekarang tengah menyelesaikan studinya di  sebuah Universitas Negeri keguruan favorit  di Bandung.
Oh, bukan, tentu saja bukan karena Saya adalah bagian dari proses pembentukan pendidik, maka di sini Saya secara gamblang menyuarakan betapa mulia dan ’keren’nya menjadi seorang pendidik itu. Tentu saja bukan itu alasan utamanya. (sebenarnya itu alasan ke sekian) (abaikan itu).
Awalnya, tepatnya ketika Saya masih begitu polos dalam balutan seragam putih-abu, Saya adalah seorang anak yang amat dangkal dalam berpikir dan berasumsi. Namun, selalu menganggap dirinya hebat, benar, dan orang lain yang keliru. Orang lain selalu beranggapan pekerjaan menjadi seorang guru itu adalah pekerjaan yang hebat, mulia, keren, etc etc. Tapi Saya, yang saat itu masih berpikir materialistis memandang bahwa jadi guru itu ga oke, liat aja gajinya. Katanya gajinya sedikitlah, murahlah,lebih layak dikatakan ‘uang jajan’lah. Dan begitu banyak asumsi berlebihan yang berujuk negatif terhadap pekerjaan guru. Bahkan saat itu tidak jarang Saya mencibir terhadap tangan-tangan yang terangkat ke udara saat muncul pertanyaan klasik dari seorang guru Biologi di kelas Saya saat itu yang berbunyi, “Siapa di sini yang kelak ingin menjadi seorang guru seperti Ibu?”
Tanpa Saya sadari bahwa asumsi-asumsi ‘liar’ Saya itu hanya berbasis pada honor semata. Lihat kan? Betapa dangkalnya..
Sampai suatu hari, singkat cerita, Saya -katakanlah- terdampar di sebuah Universitas keguruan favorit di kota impian saya, Bandung. Dan saya tanpa saya sadari lagi, Saya memilih sebuah jurusan yang kelak menuntut Saya untuk menyandang gelar SPd yang segelintir orang menjadikannya akronim dari Sarjana Penuh Derita, Sarjana Penuh Duka, Sarjana Perih Duitnya de el el de el el. yak, Saya memilih Pendidikan Teknik Sipil. Luar biasa bukan? Saya anak teknik sekaligus calon pendidik. Dua ‘jabatan’ yang tidak pernah sedikitpun Saya berniat terjun di dalamnya. Saya ini verbal-oriented. Kepada dunia bahasa dan sastralah ‘harusnya’ saya mengabdikan diri. Haha. Namun Tuhan ternyata berkehendak lain. Dan Saya harus mensyukurinya. Di kemudian hari Saya pun lebih dari sekedar bersyukur.

with them, parts of my recent 'world'.

Tetapi, saat itu.. SPd, Tuhaaan, kenapa harus SPd?
Sebuah gelar yang hanya memiliki satu definisi: Guru. Apapun jurusannya, bahkan  betapa bergengsinya jurusan Saya ini, Teknik Sipil. Tetap saja harus direfleksikan oleh 3 huruf itu. Aaaaaaaaaarrrhh.. saat itu Saya sempat mengalami apa yang namanya depresi. Bahkan sempat ingin pindah jurusan hanya karena tidak mau menyandang gelar yang sebenarnya mulia tersebut.
Hari demi hari, minggu demi minggu, bulan demi bulan, cerita-cerita hidup yang dibumbui kehidupan kuliah di dunia pendidikan mulai bisa dijadikan sebuah kisah hidup yang menarik, yang semoga kelak akan menjadi sejarah pengantar kesuksesan Saya. Saya mulai.. sedikit tertarik dengan pendidikan, dunia yang tidak sekedar mengajarkan untuk belajar. Tapi mengajarkan untuk mengajar. Landasan Pendidikan, Psikologi Pendidikan, Perkembangan Peserta Didik.. sangatlah kontras dengan mata kuliah lain seperti Mekanika Tanah, Konstruksi Bangunan, Analisis Struktur dan berbagi mata kuliah yang terkadang membuat orang lain harus membuka-buka Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) demi menemukan arti dari mata kuliah tersebut. Otak Saya terbagi-bagi. Saya harus berpikir engineer-alike tetapi tanpa meninggalkan ilmu-ilmu keguruan yang Saya pelajari. Saya mulai terbiasa dengan dinamika hidup seperti ini. Ya, Saya suka, Saya cinta dunia pendidikan. Saya suka menjadi calon guru.
Dunia,lihatlah..
Saya  adalah calon mulia yang akan menjadi bagian penting. Bagian penting dalam mekanisme pembentukan sebuah individu. Individu yang merupakan cikal bakal kesuksesan.
Pola pikir Saya berubah saat itu juga. Terkadang Saya mensyukuri saat-saat di mana kelabilan Saya mulai muncul. Kelabilan dalam berpikir maksudnya. Pendidik, Guru, Dosen,atau bahkan tutor privat sekalipun (seperti yang sedang saya jalani saat ini) dituntut harus bisa menjadi seorang Konservator, Transmitor, Transfomator, Organisator, Planner, dan Evaluator
See?
Betapa ‘iya banget’ nya menjadi seorang pendidik. Dan Saya sungguh bangga bisa menjadi salah seorang peserta didik yang dididik menjadi calon pendidik. Meskipun sebenarnya untuk ke depannya nanti Saya masih belum mantap memutuskan apakah akan mengabdikan diri sepenuhnya di dunia pendidikan ini atau di dunia jurnalistik (the other one side I love the most). Namun Saya sungguh bersyukur, diberi kesempatan untuk bisa mendalami ‘jurus-jurus’ dalam mendidik yang terus terang saja bisa memberikan begitu banyak kemudahan dan manfaat dalam hidup saya. Terlebih, sekarang Saya tengah menjalani sebuah pekerjaan menjadi seorang guru privat.
Ingat, mendidik adalah proses memanusiakan manusia. KITA adalah manusia, dan KITA  tetap butuh untuk dimanusiakan. J